30.12.09

GUS DUR TELAH PERGI. TAPI TAK PERNAH MATI

Innalillahi wa innaillaihiroji'uun. Telah meninggalkan kita semua seorang bapak bangsa,tokoh politik dan pluralisme, tokoh reformasi DR.KH.ABDURRAHMAN WAHID (Gus Dur) pada hari rabu,30 Desember 2009 pukul 18.45 WIB di RSCM Jakarta. Jenazah Insya;Allah dimakamkan di Tebuireng Jombang esok paginya.

Seorang tokoh yang komplit, selain seorang kiai mantan ketua PBNU, Presiden ke 4 Republik Indonesia, beliau sebagai budayawan juga pernah menjabat Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1980an, Juga pernah menjadi ketua dewan juri Festival Film Indonesia (FFI), apresiatif terhadap lagu-lagu klasik, kritikus seni rupa yang handal dan masih banyak predikat lainnya berkaitan dengan kebudayawanan beliau.

PAK YUNANI MANTAN PENGURUS DKG I MENINGGAL DUNIA

Innalillahi wa inna illaihi rojiuun. Telah meninggal dunia dengan tenang Bapak R. M.Yunani Purboyo (Muhammad Yunani, RM.Yunani Prawiranegara) di Surabaya pada hari Sabtu, 26 Desember 2009. Seorang wartawan senior dan pelaku sastra jawa yang pernah menjadi anggota steering committe di DKG periode I (1999-2004). Semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT dan dosanya diampuniNya. Amin.

14.12.09

Tradisi Cangkrukan yang Tak Lekang Dimakan Zaman


Jaring Aspirasi pun di Warung Kopi

Gresik dikenal pula sebagai Kota Pudak. Sebab, makanan yang disebut pudak itu memang asli Gresik. Tapi, Gresik sebetulnya layak pula disebut Kota Warung Kopi.
---
NONGKRONG di warung kopi//Ngomong sana dan sini. Pernah dengar jingle iklan sebuah produk kopi itu? Di Gresik, tradisi cangkruk di warung kopi sambil ngobrol ngalor ngidul seperti itu sudah berlangsung puluhan tahun.

8.12.09

SEPULUH WILAYAH KEBUDAYAAN DI JAWA TIMUR

Ragam kebudayaan Jawa Timur yang sedemikian kompleks memang perlu kita kaji lebih lanjut, agar kita tidak kehilangan bahkan buta akan asal usul kebudayaan kita. Apa lagi untuk generasi muda yang diputuskan oleh jarak sejarah. Berikut adalah kajiannya:

Kesenian tradisional (rakyat) di Jawa Timur sangat beragam. Menurut Ayu Sutarto, seorang antropolog Universitas Negeri Jember, menganggap wilayah Jawa Timur secara kultural bisa dibagi dalam 10 wilayah kebudayaan yaitu kebudayaan Jawa Mataraman, Jawa Panaragan, Arek, Samin (Sedulur Sikep), Tengger, Osing (Using), Pandalungan, Madura Pulau, Madura Bawean, dan Madura Kengean (Ayu Sutarto dan Setyo Yuwono Sudikan, 2004).

18.11.09

Pelukis Anak Gresik Meraih Medali Di Hongaria

Empat Pelukis Indonesia  salah satunya dari Gresik Raih Diploma dan Medali Emas di Hongaria

Empat anak Indonesia yang mengikuti kompetisi Rainbow International Applied and Fine Arts berhasil meraih dua sertifikat emas dan dua sertifikat perak.  Kompetisi seni dua tahunan ini menurut panitia Hongaria telah menerima 3.000 buah karya anak-anak dalam bentuk lukisan, keramik dan handicraft lainnya dari berbagai negara.

 Atas nama keempat anak Indonesia dalam sebuah acara pada 20 September 2008 di kota Zsanka, Duta Besar Mangasi Sihombing telah menerima sertifikat dan medali-medali tersebut untuk diteruskan kepada masing-masing anak yaitu: Michael Lianto (10 tahun), dan Nabila Ghosi Aqil Salmadani (7 tahun), keduanya meraih sertifikat emas disertai medali.  Diploma perak disertai medali diberikan kepada Alviocta Alexandra (8 tahun) dan Putri Yumna Salsabila Uphadana (5 tahun).  Putri belajar di Bengkel Kreatif Komang di Gresik, sedang yang lainnya di sanggar Mentari Jember.

30.10.09

Seni Tradisional Gresik Belum Dipatenkan Karena Dana Terbatas

Sedikitnya 21 kesenian tradisional asli dari Kabupaten Gresik, Jawa Timur belum dipatenkan atau belum bisa diusulkan untuk mendapatkan hak cipta, karena tidak adanya anggaran yang disediakan untuk keperluan itu.Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Gresik, Nur Sukartika, Selasa, mengatakan, awalnya pihaknya mengusulkan kepada pemkab untuk mendata dengan mendokumentasikan kesenian tradisional Gresik, sebelum dipatenkan untuk mendapat hak cipta, namun usulan itu tidak terealisasi dengan alasan tidak adanya anggaran.

6.10.09

DEWAN KESENIAN INDONESIA DI DEPAN MATA

Posted on 31/05/2009 by henrinurcahyo
Oleh Henri Nurcahyo, Anggota Pleno Dewan Kesenian Jawa Timur
Pertemuan Dewan Kesenian Tingkat Provinsi se-Indonesia di Malang, 21-23 Mei lalu sepakat untuk menindaklanjuti keputusan Kongres Dewan Kesenian se-Indonesia di Papua 2005 tentang pembentukan Dewan Kesenian Indonesia (DKI). Keputusan itu lahir dari perdebatan panjang para delegasi dari 17 provinsi yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Gagasan pembentukan DKI memang kontroversial. Sejumlah penolakan sudah muncul di arena kongres di Papua. Ketika dilangsungkan Kongres Kesenian II di Jakarta pada 2005, juga muncul unjuk rasa para seniman yang menolak pembentukan DKI.
Suara penolakan makin keras ketika dilangsungkan Pertemuan Dewan Kesenian se-Indonesia akhir 2008. Tidak berhenti di situ, menjelang pertemuan di Malang kemarin, suara-suara penolakan masih terus beredar lewat SMS, e-mail, telepon, bahkan di arena pertemuan.

5.10.09

BIENNALE SENI RUPA JATIM III 2009, 11 - 18 DESEMBER 2009

BIENNALE SENI RUPA JATIM III 2009 11-18 DESEMBER 2009 Mengurai akar budaya.

Ketika berbicara mengenai akar budaya maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah kesenian tradisi kita yang telah dilupakan,terpinggirkan dan tidak dikelola, dihidupi sebagai spirit untuk melahirkan karya-karya seni kekinian.

Akar budaya tersebut tidak dipelajari sebagai sebuah ruang yang membangun keasalan hidup. Padahal pada budaya lokal kita akan mendapatkan pelajaran hidup tentang kearifan lokal,kepandaian dan kejeniusan lokal yang pada masa lalu bisa dilihat pada bangunan candi,relief candi,lukisan kaca,wayang beber,damar kurung,topeng tradisi,keramik malo,batik tulis dan sebagainya.

Pada realitasnya biarpun akar budaya itu telah menyatu dalam tubuh yang membentuk sebagai manusia sekitar pesisiran,perbukitan,sungai brantas,Candi,perkotaan,dan pegunungan. Budaya itu tidak nampak karena yang dipelajari hanya kulitnya belum pada esensinya. Maka yang lahir ketidak mengertian kita tentang budaya kita sendiri yang sehari-hari telah menyatu dengan ruh,darah,dan jiwa.

Keindahan lokal yang penuh makna hanya dipahami sebagai sesuatu yang akan membawa pada romantisme “kelangenan”. Betulkah ? Mari dalam Biennale Jawa Timur III 2009 ini kita urai benang-benang akar itu untuk menumbuhkan spirit melahirkan karya-karya seni rupa kontemporer yang berdasarkan akar budaya kita masing-masing.

berhenti sejenak untuk mengurai lalu mengeksplorasi apa yang telah kita dapat pada akar budaya yang sebenarnya telah lama masuk dalam kehidupan kita. Bukan berarti kita harus menggambar wayang kulit,lukisan kaca,wayang beber dan lainya. Tetapi bagaimana kita mengeksplorasi lalu membuat eksperimentasi yang akan melahirkan karya baru dalam ranah seni rupa di Indonesia.

Tim: Freddy H. Istanto (Konsultan),Asri Nugroho, Agus Koecink

29.9.09

TERKATUNG-KATUNG, DKG DITELANTARKAN PEMKAB

Terkatung-katung, DKG Ditelantarkan Pemkab
Senin, 28 September 2009 | 11:30 WIB

Lebih dari dua tahun kepengurusan Dewan Kesenian Gresik (DKG) periode 2007-2010 terbentuk, ironisnya hingga kini belum mengantongi Surat Keputusan (SK) dari Bupati Gresik.

OLEH : ASEPTA YP

Nasib DKG terkatung-katung. Secara de facto, DKG ada. Namun secara de jure, tak ada. Kondisi inilah yang membuat mereka yang aktif dalam kepengurusan DKG menjerit.

“Mestinya Pemkab peka dengan kondisi DKG yang merupakan wadah seniman berkreasi,” kata Ketua DKG Kris Adji AW.

Padahal sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 5A Tahun 1993 menyatakan agar gubernur dan bupati/walikota di seluruh Indonesia membentuk dewan kesenian di daerahnya masing-masing.

Akhirnya berdasarkan SK Bupati Gresik Nomor 430/1330/SK/403.15/1998 terbentuklah DKG periode pertama pada tahun 1998, dan menunjuk Nizam Zukhri Hafidz sebagai ketuanya. Bupati Gresik era itu adalah Suwarso.

23.9.09

KEPUTUSAN PERTEMUAN NASIONAL DEWAN KESENIAN PROVINSI SE-INDONESIA

KEPUTUSAN PERTEMUAN NASIONAL DEWAN KESENIAN PROVINSI SE-INDONESIA
Posted on Mei 26, 2009 by brangwetan

Merekomendasikan:
1. Untuk memfasilitasi kerja koordinatif di tingkat nasional, Pertemuan Nasional Dewan Kesenian Provinsi se-Indonesia di Malang – Jawa Timur sepakat dan mendorong terbentuknya DEWAN KESENIAN INDONESIA berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
- Sebagai tindaklanjut keputusan Kongres Dewan Kesenian se-Indonesia di Papua tahun 2005.
- Sebagai tindak lanjut dari pernyataan Presiden Republik Indonesia melalui teleconferensi pada acara penutupan Kongres Dewan Kesenian se- Indonesia di Papua tahun 2005.

2. Mengharapkan Tim Formatur pada Kongres Dewan Kesenian Se- Indonesia di Papua agar segera menyampaikan capaian-capaian tugas dan proses pembentukan DEWAN KESENIAN INDONESIA kepada seluruh Dewan Kesenian se-Indonesia, hal ini mengingat bahwa :
- Dewan Kesenian Indonesia menjadi kebutuhan mendesak untuk berperan dalam proses pembangunan kesenian di Indonesia.

INFO; BUKU BARU 'DAMARKURUNG'

DAMAR
KURUNG DARI MASA KE MASA
Penulis : Ika Ismoerdijahwati
Koeshandari
Penyunting: Nonot Sukrasmono
Pracetak: Ribut
Wijoto, Abdul Malik
Desain grafis :Mufian Haris (prot)
Cetakan
pertama: Januari 2009
Penerbit:
Dewan Kesenian Jawa Timur
Jl.
Wisata Menanggal Surabaya
email:
dk_jatim at yahoo.com
www.dewankesenianjatim.om
www.brangwetan.com
ISBN:
978-979-18793-4-7


KATA PENGANTAR

Sejak awal saya
mengikuti proses penulisan buku ini. Semula saya mengira, pelukis Masmundari ini, adalah semacam Granda Moses yang bergaya naif. Tetapi kemudian ternyata bahwa lukisan-lukisan Masmundari mengandungnilai-nilai seni gambar archaik Indonesia. Arah hadap tokoh yang digambar, peletakan tokoh dalam bidang gambar, baik di kanan atau di kiri, di atas atau di bawah, serta urutan dalam mengikuti cerita dalam gambar, semua itu mengandung arti-arti yang baku.

21.9.09

PENGUMUMAN DKG TENTANG DARTAR JAMINAN KESEHATAN SENIMAN

Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Rekan seniman dan budayawan Gresik
Di GRESIK

Assalamu’alaikum War. Wab.
Salam Budaya, Sehubungan dengan permintaan dari Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) kepada Dewan Kesenian Gresik untuk mendata dan mendaftar para seniman, budayawan dan tokoh seni dan budaya di Kabupaten Gresik dalam rangka merealisasi janji Gubernur Jawa Timur untuk memberikan jaminan Kesehatan
bagi Seniman-budayawan Jawa Timur, maka diinformasikan kepada para seniman-budayawan Kabupaten Gresik untuk segera memasukkan data diri dan currikulum Vitae (KTP, Nama Asli dan Nama Populer)ke sekretariat DKG Jl. Usman Sadar 17/15 Sukorame Gresik , telpon 031 3974775 atau email ke : krisadjiaw@yahoo.com jika memenuhi ketentuan sbb:

-bukan pegawai negeri atau pensiunan PNS
-pelaku seni, seniman, budayawan, tokoh penggerak kesenian dan semacamnya.
-karena ketokohan, prestasi, dedikasi dan dapat pengakuan dari lingkungan budayanya.
-sudah berkeluarga dan berdomisili di Jatim
-blanko/formulir akan disampaikan oleh tim verifikasi ketika turun lapangan.ini amanah untuk dilaksanakan dengan cermat dan bertanggungjawab, selamat berbakti untuk kehidupan kesenian Jatim.Tahap pertama hanya akan dilakukan sebanyak 400 polis...kurasi diperlukan untuk menentukan prioritas...trims
(masukan dari Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Timur, Achmad Fauzi)

Gresik, 20 September 2009
Wassalam,
Ketua Dewan Kesenian Gresik.
KRIS ADJI AW

14.9.09

TRADISI BARI'AN DI GIRI GRESIK

Menyambut Ramadhan, Warga Gresik Gelar “Bari’an”
Jumat, 21 Agustus 2009 19:14 WIB Posts by: Sugeng Wibowo Kategori: Berita Terkini, Surabaya Raya

GRESIK SURYA Online - Menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, ratusan warga Gresik, Jawa Timur (Jatim), menggelar tardisi “Bari’an” atau sedekah bumi di makam Nyi Ageng Ratu Ayu Kukusan Binti Ainul Yakin yang satu kompleks dengan Makam Sunan Giri.
Menurut kepala desa (Kades) setempat, Muhammad Ajir, Jumat (21/8), Bari’an adalah tradisi yang bertujuan untuk mencari berkah di bulan puasa, selain itu untuk mengingat ketokohan Nyi Ageng Ratu Ayu Kukusan Binti Ainul Yakin yang merupakan puteri kedua Sunan Giri yang dinilai berjasa dalam menyebarkan siar Islam.

TERBENGKELAINYA SITUS GIRI KEDATON

Selasa, 15 September 2009
Website SURYA.CO.ID support Smartphone & PDA RSS Feed
Cari berita
Menelusuri Masjid Tertua Sunan Giri
Minggu, 13 September 2009 11:17 WIB Posts by: Sugeng Wibowo Kategori: Berita Terkini, Surabaya Raya

Terbengkalai, Jadi Tempat Pelarian Pencari Ketenangan
Di masa Sunan Giri dulu, situs istana keraton Sunan Giri atau Giri Kedaton yang dibangun pada 1487 Masehi ini, merupakan pusat pemerintahan sekaligus tempat peribadatan. Tempat ini berdasar sejarahnya, juga menjadi tempat penyebaran agama Islam dan pengukuhan raja-raja Islam Demak. Bahkan menjadi tempat berdirinya pondok pesantren pertama di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Kini petilasan itu kondisinya sungguh memprihatinkan. Situs bersejarah yang mestinya bisa terjaga kelestariannya, yang terlihat justru menjadi tempat penggembalaan hewan ternak.
Suasana sunyi senyap, tampak ketika pertama menginjakkan kaki di petilasan Giri Kedaton. Tidak ada lagi peribadatan yang ada di masjid tertua dari sebanyak 1.053 masjid di Gresik ini. Justru sebaliknya, masjid yang mestinya dijadikan sebagai tempat yang disucikan, kini hanya menjadi tempat “pelarian” bagi umat muslim yang ingin bermunajad untuk mencari ketenangan ketika sedang dirundung masalah.
Memang letaknya yang berada di atas sebuah bukit di Dusun Kedaton, Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Gresik dengan ketinggian 200 meter dari permukaan laut, sangat mendukung bagi mereka yang ingin mencari ketenangan.
Ditunjang panorama keindahan Kota Gresik yang bisa dilihat secara keseluruhan dari atas bukit, menjadikan pengunjung betah untuk berlama-lama tinggal di petilasan Giri Kedaton.
Seperti diungkapkan Hamim, 42, warga Tanggulangin, Sidoarjo yang sudah hampir dua pekan ramadan ini tinggal di petilasan Giri Kedaton. Di sana ia tidak sendiri, ada tiga pengunjung yang selama Ramadan ini memilih menyepi dari ingar-bingar keramaian kota.
Menurut pemuda yang dulunya membuka usaha pakaian ini, sengaja bermalam di Giri Kedaton untuk mencari ketenangan. Ia berpandangan, setiap bergelut dengan suatu persoalan, dengan sendirinya beban persoalan itu akan menjadi hilang setelah berada di petilasan Giri Kedaton.
Suatu ketika, ia sempat terbelit masalah utang yang menjadikan usahanya bangkrut. Pria yang mempunyai dua orang putri ini sempat stres. Ia kemudian berniat menyendiri di tempat yang dianggapnya bisa menghilangkan beban pikirannya yakni di petilasan Giri Kedaton.
Di tempat ini ia luapkan segala bentuk kegelisahan pikirannya dengan kegitan merenung, bermunajad, dan hasilnya cukup bisa membantu menghilangkan kesuntukannya.
Lain halnya dengan Hermawan, 57, lelaki asal Kota Tasik, Jawa Barat, ini hampir tiap ada waktu luang selalu berkunjung ke petilasan Giri Kedaton. Dalam kunjungannya kali ini, ia sempat bermimpi diberitahu supaya segera meninggalkan Tasik.
Keesokan harinya, ia dan keluarganya pun meninggalkan Tasikmalaya untuk berkunjung ke rumahnya yang berada di Gresik. Setelah dua hari menginap di petilasan Giri Kedaton, lelaki yang juga berdagang pakaian batik ini mendengar dari surat kabar kalau Tasikmalaya diguncang gempa dahsyat.
“Saya kemudian berpikir, mungkin ini salah satu petunjuk,” kata pria yang sejak duduk di bangku perkuliahan senang menyendiri di petilasan Sunan Giri.
Kendati demikian, umumnya para pengunjung petilasan Giri Kedaton menolak dikatakan tujuan untuk menginap dan menyendiri di petilasan Giri Kedaton itu untuk mencari wangsit atau sesuatu hal yang diperlukan untuk tujuan tertentu, seperti demi untuk memperoleh kedudukan atau jabatan, atau hal-hal lain yang mengarah pada syirik.
Mereka berkeyakinan, berdoa itu bisa dilakukan di mana saja tanpa melihat aliran ajaran agama Islam tertentu atau paham ajaran tertentu, di mana tujuan akhirnya untuk mencari ridho Allah.
Kurang PeduliMasyarakat sekitar dan Pemkab Gresik umumnya kurang begitu peduli untuk ikut menjaga dan melestarikan keberadaan situs bersejarah petilasan Giri Kedaton.
Terbukti, mereka seakan memandang sebelah mata keberadaan petilasan ini, kata juru kunci petilasan Giri Kedaton, Mucthar, 57. Berbeda dengan perlakuan warga terhadap Makam Sunan Giri.
Memang selama ini warga dan pemerintah lebih cenderung tertuju pada makam Sunan Giri, tanpa melihat peninggalan bersejarah lainnya. Apalagi Makam Sunan Giri bisa memberikan kontribusi kepada pemkab dari sebagian hasil tarikan retribusi pengunjung, dan bisa menunjang perekonomian masyarakat sekitar.
Berbeda dengan petilasan Giri Kedaton yang tidak menghasilkan sama sekali, karena tempat ini hampir tidak pernah dikunjungi para pendatang atau peziarah dari luar kota. Yang datang hanya satu dua orang yang menginap di petilasan tersebut.
Ia juga menyanyangkan masyarakat yang tidak ikut menjaga dan memelihara situs bersejarah, dengan menggembalakan hewan ternaknya di sekitar situs hingga merusak tanaman dan mengotori punden Giri Kedaton yang menjadikan keberadaan tempat ini penuh kotoran hewan.
“Saya sempat melapor kepada kepala desa untuk melarang warga menggembalakan hewan ternak, tapi masyarakat tidak pernah menggubris,” katanya pasrah.
Tidak hanya itu, yang memprihatinkan lagi karena tempatnya yang sepi, lokasi situs ini menjadi sasaran kalangan remaja untuk dijadikan tempat pacaran, bahkan sering kali juru pelihara pengelola masjid kehilangan kotak amal.
Sementara di lain hal minim perhatian dari Pemkab Gresik. Terbukti sejak tahun 2005 pihaknya mengusulkan untuk mengalokasikan anggaran perawatan situs hingga menyediakan air bersih untuk keperluan mandi cuci kakus (MCK), usulan itu direspons tapi tidak ada realisasi.
Lelaki yang menjadi juru kunci sejak tahun 1987 yang mewarisi profesi ini dari orangtuanya mengatakan, kegiatan pelestarian dan konservasi situs Giri Kedaton tahap satu dilakukan pada tahun 2002 kemudian dilanjutkan tahap kedua 2005. Kegiatan ini dilakukan atas kerjasama Balai Penelitian dan Pelestarian Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto, dan Dinas Kebudayaan Gresik.
Dalam kegiatan tersebut dilakukan pemetaan, ekskavasi, pengupasan tanah, studi kelayakan pugar bangunan punden berundak masa prasejarah dan bangunan candi Hindu Budha di Indonesia.
Sempat dulu Pemkab Gresik berencana memperluas areal lahan situs Giri Kedaton, namun upaya itu terkendala pembebasan lahan milik warga, baru 625 meter yang sudah dibebaskan. Perluasan lahan itu bertujuan untuk menata kembali banyaknya pepohonan bambu milik warga yang menutupi petilasan Giri Kedaton.
Selama Ramadan tidak ada aktivitas yang ada di masjid Sunan Giri Kedaton, baik salat tarawih maupun tadarus, berbeda dengan masjid dan musala pada umumnya yang ramai dengan aktivitas peribadatan. Warga sekitar enggan menggunakan masjid ini sebagai tempat peribadatan, karena letaknya yang berada jauh di atas bukit.
Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Gresik, Kris Aji menilai, selama ini Pemkab Gresik dalam membangun dan merenovasi situs sejarah tanpa melihat sejarah awalnya, sehingga bukannya memelihara justru merusak keaslian situs.
Menurut dia, hal itu kerap kali dilakukan oleh pemkab dengan berangkat dari pengetahuan sejarah yang minim dan tanpa melibatkan para pemerhati sejarah di Gresik tiba-tiba merenovasi situs, seperti Situs Giri Kedaton yang dibangun musala di atas bukit.
Padahal, menurut sejarah bangunan musala yang dulunya menjadi masjid pertama yang menjadi tempat syiar agama Islam oleh Sunan Giri itu dibangun di samping kiri Giri Kedaton, bukannya tepat di tengah bukit.
“Ini yang dikatakan merusak, apalagi bangunan Giri Kedaton terlihat tidak terawat, banyak batu bata dari punden berundak dibiarkan roboh berserakan,” katanya.
Selanjutnya ia mencontohkan bangunan pendopo Sunan Giri yang tidak dibangun berdasar sejarah yang ada, hanya dibuat dengan bentuk menyerupai joglo.
Ia juga menyayangkan mulai banyaknya ahli fungsi tanah situs makam bersejarah di Gresik yang banyak dikomersilkan, seperti banyaknya pendirian tower (menara) seluler di areal Makam Sunan Giri dan Putri Cempo.
Ini sangat menyalahi aturan, keberadaan situs yang mestinya bisa dipertahankan keasliannya, justru dikomersilkan, padahal banyak tempat lain di luar makam yang bisa menjadi tempat berdirinya menara.“Yang seperti ini pemkab kurang memperhatikan, hanya bisa memberikan izin tanpa melihat dasar pertimbangan tempat yang dipakai itu merupakan lahan Makam Sunan Giri yang dikeramatkan,” katanya menegaskan.
Kepala Dinas Pariwisata Gresik, Migfar Syukur beranggapan kewenangan memugar dan merawat situs makam di Gresik merupakan tanggungjawab BP3 Trowulan, dan tahun ini pemkab tidak menganggarkan perawatan untuk situs makam. Tapi semestinya, kata Kris Aji, pemkab selaku tuan rumah setidaknya memberikan saran dan masukan dengan melibatkan para sejarawan Gresik.
“Jangankan dilibatkan, membicarakan tentang seminar untuk mempertahankan situs sejarah di Gresik dengan para pemerhati budaya pun tidak pernah, padadal Gresik dikenal sebagai Kota Santri dan Kota Wali. Namun, pemerintahannya kurang peduli terhadap kelestarian situs makam,” katanya menanggapi pernyataan kadis pariwisata.
Ia sendiri menyesalkan minimnya komunikasi pemkab kepada para pemerhati sejarawan Gresik, sementara dewan kesenian dalam hal ini hanya bisa memberikan saran dan masukan, tinggal menunggu respon dan realisasi dari pemkab sendiri. ant

10.9.09

SENIMAN JAWA TIMUR DAPAT JAMINAN KESEHATAN

GUBERNUR JANJIKAN SENIMAN JAWA TIMUR DAPAT JAMINAN KESEHATAN
Posted on September 10, 2009 by brangwetan
Silaturahmi Gubernur dengan seniman dan budayawan JatimRabu, 9 September 2009 pukul 09.00 wib bertempat di Graha Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jatim Jl Wisata Menanggal Surabaya, sejumlah 300 seniman menerima tali asih dari Gubernur Jawa Timur.
Seni sebagai pembersih jiwa. Karena itu seniman dipahamai oleh Gubernur sebagai penjaga nilai pada identitas dalam berbangsa dan bernegara. Karena itu ketika tari pendet di klaim oleh Malaysia, kita jadi tersadar bahwa kesenian adalah bagian dari nilai kebangsaan.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Jatim menggulirkan program Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) untuk seniman sehingga nantinya pemerintah provinsi akan memberikan asuransi kesehatan kepada seniman.Disiapkan tahun 2010 sebanyak 2 ribu polis asuransi untuk seniman di Jawa Timur yang akan dilakukan pendataan secara bertahap.
Secara terpisah Bapak Ir Hadi Pasetyo, ME, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Propinsi Jawa Timur (Bappeprov Jatim) berencana menggalang dana kesejahteraan untuk seniman yang diperoleh dari Corporate Social Responsibilty.
Achmad Fauzi, Ketua Umum Dewan Kesenian Jatim, menyatakan “ Kita sangat berbangga dan memberikan apresiasi tinggi kepada Gubernur Jatim yang telah memberikan perhatian dan kepedulian kepada seniman melalui program Jamkesmas khusus seniman, dan merupakan program pertama di Indonesia.”.(***)
Konfirmasi:Achmad FauziKetua Umum Dewan Kesenian JatimJl. Wisata MenanggalSurabayaTelp/fax 031-8554304081 330 89 73 27,031- 700288 02,081 94 64 722 72
Email:dk_jatim@yahoo.comwww.dewankesenianjatim.com
*Publikasi ini disebarluaskan oleh Departemen Komunikasi dan InformasiDewan Kesenian Jawa Timur.Rabu, 9 September 2009
DIarsipkan di bawah: Berita

POLITIK ANGGARAN KESENIAN

Politik Anggaran Kesenian Jawa Timur
Oleh: Edi Purwanto
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jawa Timur tahun 2007, hingga kini masih menjadi perdebatan pro dan kontra di DPRD Jatim. Walaupun sudah disepakati dengan cara voting pada saat sidang paripurna pada tanggal 21 Desember 2006 lalu, tapi ternyata hingga tulisan ini kami tulis, RAPBD itu masih berada di meja Mendagri. Walaupun dengan cara voting akan tetapi RAPBD itu sudah menjadi ketetapan bersama dalam rapat paripurna. Rupanya isu pemilihan Gubernur Jatim pada tahun 2008 nanti, ikut mewarnai kericuhan yang terjadi pada saat penyusunan RAPBD Jawa Timur.
Tarik manarik kepentingan memang sangat rentan terjadi pada saat pembentukan RAPBD 2007. Hal ini bisa kita lihat pada proses putusan akhir rapat paripurna 21 Desember yang lalu. Dalam penentuan RAPBD yang dilakukan secara voting itu, ada 4 fraksi yang menyepakatinaya. Fraksi yang sepakat adalah FPDIP, FPP, F Demokrat dan Keadilan. Sedangkan Fraksi Kebangkitan Bangsa, suaranya terpecah menjadi dua yitu ada yang pro terhadap RAPBD 2007 (pengikut PKB Cak Anam yang belakangan ini mendirikan PKNU), dan PKB kubu Muhaimin Iskandar mengusulkan agar penyusunan RAPBD ditunda. Sementara dari FPG menolak melakukan voting.
Dengan melalui perdebatan yang panjang akhirnya semua anggota menyepakati untuk melakukan voting. Keputusan voting dilakukan dengan 55 suara mendukung RAPBD, 12 suara menolak RAPBD disahkan dan 4 Suara Abstain. Rupanya mekanisme voting yang disepakati oleh DPRD Jatim ini berbuntut panjang. Selain RAPBD tidak turun, juga kinerja pemerintah di Jawa Timur Lumpuh.
Isu penolakan RAPBD Jatim ini, mulai mencuat keras lagi ketika pada hari Rabu tanggal 3 Januari lalu, Empat utusan Fraksi Golkar DPRD Jatim meluruk ke Jakarta. Mereka adalah Lambertus L Wayong, (ketua Fraksi Golkar DPRD Jatim) Gatot Sudjito, Harbiah dan H. Sabron Djamil Pasaribu, SH. Keberangkatan kempat orang ini ke Jakarta adalah untuk menemui Mendagri. Dalam pertemuanya dengan Mendagri ini, FPG menyatakan keberatan terhadap RAPBD yang tidak rasional dan syarat akan kepentingan politik.
FGP berharap kepada Mendagri agar mengoreksi dahulu RAPBD Jatim, sebelum anggaran itu ditetapkan. Selain itu, FPG juga beranggapan bahwa RAPBD Jatim terlalu banyak pengeluaran yang sifatnya internal dinas, sedangkan untuk keperluan publik dan pembangunan terlalu kecil.
Sementara dari kubu lain yang pro terhadap RAPBD 2007, pada tanggal 9 Januari lalu juga mendatangi Mendagri. Kubu pro RAPBD 2007 terdiri dari wakil empat fraksi, yaitu Mirdasy (wakil ketua FPPP), Suyoto (ketua FPAN), H Soeharto SH MSi (Ketua Fraksi Demokrat Keadilan), Kusnadi (FPDIP) dan Cholili Mugi mewakili FKB. Pada saat itu pimpinan DPRD Jatim ikut, kecuali YA Widodo. Kedatangan Pro RAPBD 2007 ini ke Jakarta adalah ingin mengklarifikasi tuduhan FPG terhadap RAPBD 2007 yang cenderung berlebihan. Mereka menuntut balik bahwa FPG tidak konsisten terhadap keputusan yang sudah diambil pada saat sidang paripurna (Kamis, 21 Desember 2006 lalu) secara demokratis.
Rupanya FPG takut kalau dana yang digulirkan pada tahun 2007 ini digunakan sebagai kendaraan untuk pemenangan Soekarwo. Hal ini dikarenakan panitia anggaran tahun 2007 ini dipegang oleh calon Gubernur yang dicalonkan oleh PDI perjuangan ini. Sementara itu, Partai Golkar juga memiliki calon Sunarjo untuk maju sebagai rival Soekarwo pada pilgub nanti. Bisa diperkirakan bahwa terlambatnya RAPBD 2007 diakibatkan oleh perseteruan antar dua Calon Gubernur ini.
Dana yang diajukan sebagai anggaran daerah tahun 2007 ini memang mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun yang lalu. Untuk mengetahui hal itu, kita perhatikan perbedaanya dalam tabel berikut:
Pendapatan Daerah Belanja Daerah SurplusRAPBD 2006 Rp. 4.199.860.312.851,00 Rp. 4.059.232.084.851,00 Rp. 140.628.228.000,00RAPBD 2007 Rp. 5.110.973.265.910,00 Rp. 4.976.323.265.910,00 Rp. 134.650.000.000,00Selisih Rp. 911.112.953.059,00 Rp. 917.091.181.061,00 Rp. 194.021.772.000,00Tabel perbandingan RAPBD tahun 2006 dan 2007
Pada tahun RAPBD 2006 lalu total pendapatan daerah Jawa Timur senilai Rp. 4.199.860.312.851,00, sedangkan belanja daerah mencapai Rp. 4.059.232.084.851,00. Dengan demikian Jawa Timur pada tahun 2006 diperkirakan masih memiliki surplus sebanyak Rp. 140.628.228.000,00. sedangkan pada RAPBD 2007 ini dianggarkan oleh pemerintah Jatim untuk pendapatan darah sebesar Rp. 5.110.973.265.910,00. Sedangkan untuk belanja daerah pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp. 4.976.323.265.910,00. Dengan demikian pada tahun 2007 ini pemerintah masih memiliki surplus sebanyak Rp. 134.650.000.000,00.
Dari tabel itu bisa kita lihat bahwa pemerintah Jawa Timur telah melakukan penambahan Anggaran pendapatan sebanyak Rp. 911.112.953.059,00. Sedangkan untuk Belanja Daerah pemerintah jawa Timur menambahkan anggaran dana sebesar Rp. 917.091.181.061,00. Untuk surplus Anggaran, Pemerintah daerah Jawa timur mengalami penurunan senanyak Rp. 194.021.772.000,00. dana Yang dianggarkan oleh pemerintah Jatim ini terlalu boros jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Pendapatan daerah itu berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dana alokasi umum dana khusus, dana bagi hasil, hibah, dana bagi hasil pajak, dan lain sebagainya. Sedangkan belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan danbelanja tidak terduga lainya. Sedangkan untuk belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.
Sementara anggaran kesenian Jawa Timur ada pada Dinas P dan K serta Dinas Pariwisata serta Biro Mental dan spiritual Pemprov Jatim. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur tahun 2007 menganggarkan dana sebesar Rp. 290.495.500,00. Anggaran untuk program pengebangan nilai budaya sejumlah Rp. 5.327.000.000,00. Program pengelolaan kekayaan budaya sebesar Rp. 12.750.750.000,00. Sedangkan untuk program pengelolaan keragaman Budaya, Dinas pendidikan dan Kebudayaan menganggarkan dana sebesar Rp. 5.399.250.000,00, dan dana untuk program pengembangan kerjasama pengelolaan budaya membutuhkan dana Rp. 4.910.500.000,00.
Jumlah keseluruhan untuk pengembagan kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim mencapai Rp. 28.387.500.000,00. Dana itu belum dibagi-bagi lagi dalam seksi-seksi yang lain yang ada di Dinas Pendidikan dan Subdin kebudayaan.Sementara Dinas Pariwisata tahun 2007 ini menganggarkan dana sebanyak Rp. 22.196.016.889,00. Dana ini belum dipotong dengan gaji pegawai dan belanja internal dinas. Dalam programnya Dinas Pariwisata tidak mengurusi kesenian lebih serius terlebih terkait dengan pengembangan kesenian. Dinas pariwisata hanya menganggarkan dana Rp. 75.000.000,00 untuk program pengembangan dan pemasaran pariwisata, termasuk di dalamnya adalah kesenian.
Kegiatan Dinas pariwisata yang lain terkait dengan kesenian adalah East Java Art Festival (Jarfest) yang dianggarkan akan menghabiskan dana sebesar Rp. 350.000.000,00. Selain dua rogram itu, anggaran yang ada di Dinas Priwisata hanya digunakan untuk program-program investasi pariwisata dan promosi pariwisata di Jawa Timur. Seta anggaran terbesarnya adalah untuk belanja internal dinas.
Biro Mental dan Spititual Pemprov Jatim tahun ini menganggarkan dana sebanyak Rp. 8.725.000.000,00. dana ini digunakan untuk fasilitasi kegiatan pendidikan dan kebudayaan di Jawa Timur senilai Rp. 3.000.000.000,00. sedangkan sisanya untuk bidang keagamaan, sosial dan spritual serta olah raga di Jawa Timur.
Beberapa tahun yang lalu, ada kecemburuan terkait dengan perencanaan anggaran. Autar Abdillah mengisahkan kalau Subdin Kebudayaan pernah diminta untuk dijadikan satu dengan Dinas Pariwisata menjadi Depbudpar. Permintaan itu dilakukan oleh Dinas Pariwisata Jatim atas dasar anggaran dana yang ada di Dinas Pariwisata relatif sedikit jika dibandingkan dengan Subdin Kebudayaan. Namun permintaan itu gagal karena ketua Dinas P dan K permintaan menolaknya.
Coppy PasteAnggaran RAPBD 2007 lebih banyak dialokasikan pada belanja internal dinas. Pelayanan publik dan pembangunan daerah relatif kecil. Pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan juga relatif sangat kecil dalam anggaran ini. Belanja-belanja dinas yang kiranya tidak penting untuk dilakukan tetap saja muncul dengan dana yang tidak sedikit. Banyak sekali orang yang menilai kalau RAPBD tahun 2007 ini adalah coppy paste dari program sebelumnya.
Suyoto (18/01) misalnya, ketua Fraksi PAN ini melihat bahwa program yang diajukan oleh dinas-dinas yang terkait dengan kesenian cenderung monoton. Dinas-dinas tidak mau menawarkan program yang lebih menarik untuk kemajuan kesenian kedepan. Sebenarnya kalau dinas-dinas itu kreatif dalam memberikan terobosan baru bagi seniman, maka keberadaan dinas ini akan lebih berguna bagi masyarakat seniman. Misalnya mereka melakukan festival-festival yang sifatnya pembinaan kepada seniman.Sementara dalam pandangan Masruroh Wahid (18/01), ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa ini melihat bahwa program-program yang diberikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta dinas pariwisata belum ada inovasi baru. Dinas-dinas ini belum memberikan peluang-peluang kepada seniman untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan kesenian. Masih banyak hal yang belum dilakukan oleh dinas-dinas yang ada untuk pengembangan kesenian di Jawa Timur. Dalam RAPBD tahun 2007 ini, mereka masih menggulirkan program-program yang sifatnya hanya rutinitas belaka.Ketua FKB dari Jombang ini, melihat kalau program yang diajukan pada tahun ini pada intinya adalah sama dengan tahun sebelumnya. Harusnya dinas-dinas yang bergerak dalam bidang kesenian ini memiliki inovasi yang lebih, sehingga mereka bisa menarik hati nurani masyarakat untuk ikut serta menjaga dan memelihara kesenia yang ada di jawa Timur, usul politikus perempuan NU ini.
Bu evi, Kasi Kesenian Subdin Kebudayaan Jawa Timur juga senada dengan apa yang diucapkan oleh Danudejo (09/01), sie humas Dinas P dan K yang berada di Genteng kali. Mereka berdua mengatakan kalu program yang akan dilakukan pada tahun 2007 ini, dinas P dan K serta Subdin Kebudayaan tidak memiliki program yang relatif baru. Hampir semua program sama dengan yang sebelumnya. Programnya adalah pelatihan-pelatihan serta pengembangan guru-guru kesenian lewat lokakarya. Selain itu Subdin kebudayaan juga memiliki agenda untuk memelihara dan mengembangkan kesenian tradisional. “Usaha yang dilakukan oleh Subdin Kebudayaan diantaranya mengadakan festival kesenian secara periodic”, terang Bu Evi.
Dalam pandangan Rofi Munawar (18/01), draf RAPBD 2007 Jatim terlalu rumit untuk dievaluasi. Hampir seluruh mata anggaran pendapatan dan penerimaan tidak disertai keterangan secara rinci yang memuat volume dan harga satuanya. RAPBD itu juga tidak mencantumkan rancangan anggaran satuan kerja Pemerintah Daerah. Hal ini merupakan kemunduran yang luar biasa, tambah Wakil Ketua Komisi E ini. Selain itu dia juga menambahkan bahwa RAPBD 2007 ini, tetap seperti tahun-tahun sebelumnya, belanja daerah masih didominasi oleh belanja aparatur ketimbang pelayanan publik.
Penyusunan Anggaran dan Program Kesenian
Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki dua dinas dan satu biro yang mengurusi tentang kesenian. Kesenian di Jawa Timur berada di bawah naungan Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur. Selain itu di Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki Biro Pengembangan Mental dan Spriritual. Biro ini selain menangani masalah spiritual, juga menangani kesenian di Jawa Timur. Taman Budaya dan Subdin Kebudayaan adalah kepanjangan tangan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang mengelola Kesenian. Subdin Kebudayaan dan Tman budaya memiliki wilayah kerja yang berbeda pula.
Tugas pokok fungsi dari lembaga-lembaga ini tentunya berbeda. Dinas P dan K Jatim memiliki tugas pada pengembangan pendidikan dan kebudayaan di jawa timur. Dalam melaksanakan tugas ini, P dan K membagi dalam beberapa lembaga yaitu Subdin Kebudayaan, Taman Budaya dan Museum Empu Tantular. Subdin Pendidikan memiliki orientasi pada pelatihan dan pengembangan kesenian lewat pendidikan. Sementara Taman Budaya juga fokus pada pengembangan kebudayaan yang non sekolahan. Taman Budaya lebih berfokus pada untuk memfasilitasi pengembangan kesenian dan seniman rakyat. Fasilitas itu berupa gedung pertunjukan dan pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada seniman yang berada di komunitas-komunitas seni. Yaitu berupa komunitas-komunitas kesenian, sanggar-sanggar kesenian menjadi prioritas garapan Taman Budaya. Sedangkan Museum Empu Tantular lebih berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan hasil kesenian dan situs-situs kebudayaan di Jatim.
Sementara Dinas Pariwisata memiliki program pada sisi marketing seni budaya. Dinas Pariwisata sebenarnya tidak melakukan apa-apa terhadap kesenian. Dinas pariwisata tidak melakukan pendidikan dan pengembangan kesenian. Dinas ini memiliki tugas untuk mengemas dan memasarkan hasil kesenian kepada para wisatawan yang datang ke Jawa Timur.
Dalam penyusunan anggaran, dinas-dinas yang mengurusi tentang kesenian tidak pernah melibatkan seniman. Karena dalam aturan dinas tidak ada kewajiban untuk melibatkan seniman dalam menyusun program dan merencanakan anggaran dinas. Dalam pandangan ketua tiga DKJT Ahmad Fauzi (14/01), di Jawa Timur belum ada payung hukum yang jelas tentang keterlibatan seniman dalam menyusun program dan merencanakan anggaran. “Kalaupun dinas melibatkan seniman itu hanya kebijakan seorang pimpinan saja.. Jika ingin maju, kesenian di Jawa Timur ini jangan hanya pemerintah saja yang mengelola kesenian akan tetapi para seniman juga harus dilibatkan mengelola”, ungkap pria dari pulau garam ini.
Perlu payung hukum yag jelas untuk memberikan legitimasi partisipasi seniman dalam penyusunan program yang dilakukan oleh pemerintah. “Kalau payung hukum atau ada Perda yang mengatur maka keberadaan DKJT dalam rangka memfasilitasi kesenjangan antara seniman dengan pemerintah bisa dilaksanakan dengan mudah”, tambah pria berdarah Madura ini.
Dalam pandangan Autar Abdillah (15/01), selama ini dalam perencanaan program pemerintah, seniman tidak pernah diajak untuk sharing bersama. Kecuali Taman Budaya itupun masih baru-baru ini saja diadakan. Sebelumnya, pemerintah dalam menyusun program selalu dikerjakan sendiri. Selain Taman Budaya, misalnya Dinas Pariwisata dan Subdin Kebudayaan selalu dikerjakan sendiri. Mereka seolah tidak membutuhkan seniman dalam penyusunan program.
Alasan pemerintah tidak mengajak seniman dalam penyusunan program dan anggaran dikarenakan dalam anggapan pemeritah seniman tidak bisa mandiri, tidak memiliki managemen yang baik dan bisa juga dikarenakan seniman seringkali dianggap berantem terus. Selain itu alasan dari pemerintah adalah seniman dianggap tidak memiliki pengetahuan yang lebih tentang perkembangan kesenian kedepan. Padahal kalau dalam pandangan laki-laki asli arek Surabaya ini, seniman memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan di lapangan dan bagaimana seniman harus bersikap kedepan. Kalau pemerintah itu hanya tahu permasalahan yang sifatnya permukaan saja.
Dalam menyusun program tahun 2007 ini, rupanya Taman Budaya yang bernaung di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur mencoba untuk membuka diri. Mereka mengundang para seniman dalam menyusun program tahun ini. Pada pertemuan yang dilangsungkan pada akhir tahun 2006 itu, “saya mengundang seniman dari berbagai elemen. Baik itu dari teater, koreografer, seni tari, PEPADI dan lain sebagainya untuk ikut mengkoreksi dan memberikan masukan pada Taman Budaya satu tahun kedepan”, ungkap Pribadi Agus Santoso (10/01). Keikutsertaan para seniman ini dilakukan oleh taman budaya untuk memberikan masukan dan koreksi terhadap kerja Taman Budaya selama tahun 2006, tambah kepala Taman Budaya Jatim Ini.
Partisipasi seniman dalam penyusunan program Taman Budaya ini dilakukan untuk kebaikan Taman Budaya Jawa Timur. Dengan mengundang seniman yang ahli dalam bidangnya masing-masing ini, Taman Budaya akan mengetahui problematika yang ada pada kesenian. Baik itu berupa permasalahan internal ataupun permasalahan dana.hasil dari pertemuan Taman Budaya dengan para seniman ini akan menjadi landasan dalam menyusun program Taman Budaya tahun 2007 nanti, ungkap ketua Taman Budaya Pribadi Agus Santoso. Pada tahun ini, Taman Budaya memprioritaskan programnya pada ketahanan budaya. Kesenian jalur lintas selatan juga menjadi prioritas dalam program tahun 2007 ini.
Taman Budaya mengupayakan agar Pemerintah Jatim memikirkan kesenian lintas selatan. Konsep seni budaya kawasan selatan ini oleh Taman Budaya ditargetkan 5 tahun. Tahun pertama pemetaan potensi daerah, sedangkan tahun kedua pemberdayaan seniman di kawasan selatan. “Kemudian kalau sudah sampai pada tahun kelima, saya berharap di jalur selatan ekonomi berbasiskan budaya sudah ada. Jadi masyarakat jalur selatan tidak hanya berdasarkan pada ekonomi saja. Mereka saya harapkan mampu membuat ekonomi yang berbasiskan pada budaya”, harapan dalang lulusan STSI Solo ini.
Senada dengan Agus Santoso, Maemura (09/01) sekretaris Umum DKJT mengungkapkan bahwa hampir dalam setiap program yang direncanakan oleh Subdin, Dinas Pariwisata maupun Taman Budaya selalu melibatkan teman-teman seniman. Walaupun bukan atas nama lembaga, mesti ada satu atau dua orang yang diajak oleh dinas-dinas itu untuk dimintai pendapat. Pada pertemuan akhir tahun yang diadakan oleh Taman Budaya kemarin juga banyak berbicara tentang program Taman Budaya satu tahun kedepan.
Pertemuan akhir tahun yang diadakan oleh Taman Budaya itu oleh Fauzi tidak dimaknai sebagai pertemuan untuk menyusun program, akan tetapi Taman Budaya meminta para seniman untuk mengevaluasi program Taman Budaya yang sudah terlaksana pada tahun 2006 kemarin. Taman Budaya juga meminta kepada seniman untuk memberikan masukan kepada Taman Budaya untuk program pada tahun 2007. Setiap kali mau merencanakan program, pemerintah senantiasa melakukan evaluasi ke dalam. Mereka sharing dengan para seniman. Hasil dharing inilah yang dijadikan acuan untuk tahun berikutnya. Akan tetapi kesepakatan pertemuan itu dijadikan program atau tidak hanya Taman Budaya yang menentukan, tambahnya.
Dalam Pandangan Autar Abdilah (15/01), pertemuan seniman di STKW beberapa bulan yang lalu telah menghasilkan program yang akan diajukan oleh pemerintah. Program yang diusulkan oleh para seniman adalah program talangan untuk dana produksi seniman. Anehnya pada saat sudah sampai ke Dinas P dan K, orang-orang dinas sendiri yang mencoret program itu. Autar melihat bahwa pemerintah memiliki program lain, sehingga usulan dari para seniman dicoret. Atau mungkin saking seringnya coppy paste, hingga pemerintah lupa akan program yang diusulkan oleh para seniman, lanjut bapak dua anak ini.
Setelah program di tentukan dan dianggarkan oleh dinas-dinas terkait, program dan anggaran dana itu dikirimkan ke Pemerintah Provinsi. “Program itu disesuaikan anggaranya dengan program-program yang diajukan dinas lain. Kalau terlalu berlebihan dan tidak rasional, panitia anggraran berhak untuk melakukan koreksi”, kata Sinarto. Wakil ketua Taman Budaya ini juga menambahkan kalau besar kecilnya anggaran tergantung pada relevansi program yang diajukkan. Selain itu anggaran disesuaikan dengan rencana strategis yang digulirkan oleh Pemprov Jawa Timur. Pemprov Jatim juga mengacu pada renstra Nasional. Jadi dalam penyusunan anggaran harus disesuaikan berdasarkan pada rencana strategis pemerintah. Dengan demikian seniman tidak dilibatkan dalam penentuan anggaran maupun penyusunan program. Penyusunan anggaran hanya dilakukan oleh pejabat dinas dan pemerintah provinsi, tambahnya.
Setelah sampai pada Dewan, program dan anggaran kesenian masih menjadi perdebatan. Program mana yang harus diloloskan dan mana yang harus dicoret. Dalam sidang di Komisi E DPRD Jatim, kesenian masih menjadi tema yang hangat dibicarakan di Komisi E. Wakil Ketua Komisi E Rofi Munawar (18/01) mengatakan bahwa beberapa Fraksi masih memiliki perhatian yang tinggi terkait tentang pengembangan kesenian di Jatim.
Kebanyakan fraksi-fraksi yang ada di Komisi E mengusulkan agar kesenian yang ada di Jatim ini dipelihara keaslianya dan dikembangkan sesuai dengan kemauan masyarakat dan kondisi jamanya. Beberapa fraksi yang lain mengatakan kalau kesenian yang berada di Jatim ini harus ada nilai pendidikanya. Dengan demikian kesenian bisa dibuat alat untuk menekan masyarakat berfikir maju, tambah Rofi.
Dalam penilaian laki-laki dari Fraksi Keadilan dan Demokrat ini, pada saat penyusunan RAPBD, Program dan anggaran yang ditetapkan masih bersifat koordinatif dengan eksekutif. Pada saat pembahasan program kesenian, semua anggota Komisi E ada semua. Program kesenian di Komisi E tidak hanya membahas masalah kesenian saja. Pendidikan, sekolah dan kebudayaan lokal juga menjadi bahasan yang serius pada sidang Komisi E yang silaksanakan pada bulan Desember Kemarin.
Pada saat itu, Rofi sendiri memberikan usulan agar kesenian yang ada di Jatim ini tetap sesuai dengan moralitas dan nilai-nilai agama yang ada. Rofi yang berada di Komisi E tidak mau merekomendasaikan kesenian-kesenian yang beretentetangan dengan nilai moral dan agama. Untuk lebih baiknya kesenian yang ada harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip moral yang ada pada Agama.
Komisi E pada saat itu merekomendasikan bahwa, persoalan kebudayaan adalah persoalan orisinalitas dan persoalan menjaga. Jangan sampai kesenian yang ada di Jawa Timur mengalami degradasi. Jangan sampai kesenian-kesenian local itu tergerus oleh kebudayaan-kebudayaan yang berasal dari barat. Untuk menjaga kesenian agar tetap lestari dan terjaga adalah dengan cara melakukan regenerasi. Baik itu dalam wilayah pendidikan ataupun pada wilayah komunitas-komunitas dan sanggar-sanggar yang ada bergerak dalam bidang kesenian. Selain itu juga mengadakan semiloka kesenian lokal, atau bisa dengan cara mengadakan pelatihan dan pengembangan lewat pendidikan formal dan non formal.
Mengaggapi proses pengajuan anggaran dan kinerja Komisi E, Maimura beranggapan bahwa beberapa orang di Komisi E juga ada yang berasal dari seniman akan tetapi kalau sudah menjadi dewan mereka lupa akan asal usulnya. Sehingga program yang disepakati Komisi E banyak yang tidak memihak pada seniman. Maimura menginginkan pemerintah memberikan dana talangan untuk seniman berproduksi. Maimura selama ini melihat bahwa seniman tidak pernah mendapatkan dana dalam melakukan produksi. Senada dengan Maimura, Fauzi yang sekarang menjadi Koordinator Festival Nasional juga mengatakan kalau pemerintah selama ini belum memperhatikan anggaran seniman yang kreatif untuk berproduksi.
Pelaksana Program
Setelah RAPBD disepakati oleh DPRD dan diajukan ke mendagri dan dkembalikan lagi ke daerah menjadi APBD, program baru bisa dilaksanakan oleh dinas-dinas terkait. Dalam pelaksanan program itu dinas bisa mentenderkan dan bisa dikerjakan sendiri. Kalau di dalam Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas Pariwisata, program kesenian tidak di tenderkan. Berbeda dengan program Pendidikan yang sering kali di tenderkan.
Dinas-dinas memberikan proyek kepada lembaga atau perseorangan yang memiliki kedekatan emosional saja. Pelaksana program ini bisa berasal dari kalangan akademisi, dewan kesenian ataupun perseorangan yang dipercaya oleh dinas dalam mengerjakan program tertentu. Mekanisme yang digunakan adalah dengan cara menyusun kepanitiaan yang ditentukan sepenuhnya oleh dinas yang bersangkutan. Kebanyakan dari seniman yang berada dalam panitia hanya pekerja teknis saja. Sedangkan panitia secara administratif tetap dipegang oleh dinas terkait, tegas SinartoDalam pandangan Fauzi, Pemerintah biasanya menunjuk seniman berdasarkan pada keahlianya dalam bidang-bidang tertentu. Akan tetapi tidak jarang pula pemerintah melibatkan seniman-seniman yang tidak ahli dalam bidangnya. Profesionalitas tentunya menjadi pertimbangan pemerintah dalam pelaksanaan program. Program itu diberikan kepada siapa tergantung pemerintah. Hal ini dikarenakan belum ada aturan yang menyebutkan bahwa program yang diadakan oleh pemerintah itu harus ditenderkan. “Mereka beranggapan kalau program ditenderkan kepada even organiser, mereka akan terpatok dan disinukan pada perjanjian-perjanjian semata”, lanjut Fauzi.
Bu Evi Wijayanti, yang juga salah satu yang mengurusi administrasi di Subdin Kebudayaan mengatakan bahwa “dalam pelaksanaan program, Subdin Kebudayaan senantiasa bekerjasama dengan teman-teman seniman”. Subdin Kebudayaan menunjuk orang-orang yang ahli dalam bidangnya masing-masing. Misalnya pada festival tari, kami juga melibatkan teman-teman seni tari, tambahnya. Maemura juga beranggapan bahwa Subdin Kebudayaan senantiasa melibatkan seniman dalam setiap even-even yang diadakan oleh Subdin Kebudayaan. Biasanya Subdin Kebudayaan membuat kepanitiaan.
Seniman lain yang tidak dalam kategori pemerintah tidak memiliki ruang untuk bisa mengerjakan program-program pemerintah. Baik itu di Subdin Kebudayan, Taman Budaya ataupun Dinas Pariwisata sudah memilih dan mempersiapkan orang-orang tertentu untuk mengerjakan program-programnya. Hampir dalam segala bentuk kesenian mereka memiliki orang-orang sendiri untuk melaksanakan program. “Jaringan Klien yang dibentuk oleh pemerintah ini cukup kuat hingga jika ada orang yang diluar jaringan itu masuk sering mengalami kesulitan. Jadi jangan heran kalau seniaman yang memasukan proposal kerjasama seringkali tidak mendapatkan dana”, tambah Autar.
Banyak sekali proposal yang masuk ke dinas dan tidak mendapatkan apa-apa dari dinas. Hal ini dikarenakan memang tidak ada dana untuk sumbangan produksi. Pemerintah juga tidak menganggarkan dan mempersiapkan pada permintaan-permintaan masayarakat yang sifatnya temporer. Dalam mengatasi hal ini para seniman seringkali mencari obyek lain untuk mendanai even yang mereka agendakan.
Rupanya pemerintah belum memiliki anggaran tersendiri untuk dana talangan permohonan bantuan. “Dahulu pernah diajukan oleh teman-teman seniman akan tetapi oleh Subdin Kebudayaan program itu di coret”, kata Agus Santoso. Tidak adanya bantuan produksi ini, membuat para seniman yang mengajukan proposal mengalami kekecewaan. Seharusnya kalau pemerintah mau transparan, maka seharusnya pemerintah mengumumkan tender untuk proposal. Setelah itu mereka menyeleksi berdasarkan relevansinya terhadap pengembangan kesenian di Jatim.
Sebenarnya di dalam APBD Jatim 2006, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menganggarkan dana bantuan barang-barang kebudayaan sebesar Rp. 347.675.000,00. dana ini sebenarnya bisa digunakan untuk bantuan produksi seniman. Akan tetapi rupanya pemerintah belum menggunakan dana itu untuk kepentingan Publik.Dengan demikian, Program kesenian semata-mata disusun berdasarkan pada kebutuhan pemerintah. Pemerintah tidak pernah melibatkan seniman daerah-daerah dalam membuat ataupun melaksanakan program. Pemerintah hanya mengajak orang-orang tertentu dalam menggerjakan proyek-proyeknya. Dengan demikian kelihatan sekali kalau proyek kesenian itu hanya milik pemerintah. Para seniman tidak memiliki ruang untuk membuat kebijakan tentang kesenian di Jawa Timur.
Tumpang Tindih Program
Dinas Pariwisata, Taman Budaya Dan Subdin Kebudayaan yang berada di Bawah P dan K, serta Biro Mental dan Spiritual yang bernaung di bawah Pemprov seharusnya sinergis dalam pelaksanan program dan pembuatan anggaran. Hal ini perlu dilakukan untuk mencapai tujuan bersama yaitu berkembangnya kesenian di Jatim. Rupanya kenyataan di lapangan lain, beberapa instansi yang memberikan perhatianya kepada kesenian ini cenderung bekerja sendiri-sendiri. Program yang mereka ajukan juga banyak yang sama. Kesemrawutan kerja di beberapa dinas ini masih kelihatan jelas. Diantaranya seperti yang diucapkan oleh ketua Taman Budaya, masih banyak sekali tumpang tindih program. Saling serobot program dan saling memanfaatkan moment juga sering dilakukan oleh instansi ini. “Misalnya Subdin Kebudayaan memiliki tugas pokok fungsu untuk mengembangkan kesenian lewat pendidikan. dalam kenyatanya kadangkala mereka mengurusi tentang festival lagu-lagu khas daerah, pop singger. Kalu seperti ini kan kelihatan rancu” lanjutnya.
Masing-masing instansi ini memiliki acuan kerja yang berbeda-beda. Dengan demikian tidak acuan kerja itu tidak bisa disamakan. Kalau kerja pengelola kesenian ingin berhasil goal yang dicari seharusnya mereka bekerjasama. Misalnya kalau Dinas Pariwisata memiliki Tugas Pokok Fungsi menjual, maka dinas periwisata harus menyamakan programnya dengan Taman Budaya. Festifal Cak Durasim bisa dijadikan agenda tahunan oleh Dinas Pariwisata. Dengan program yang saling menopang satu sama lain, maka tidak akan ada lagi perebutan program dan dana yang dianggarkan tidak terlalu besar.Seharusnya mereka bekerja bersamaan dalam rangka meningkatkan ketahanan budaya yang ada di Jawa Timur terlebih pada bidang kesenian. Dalam penilaian Masruroh Wahid, ketua FKB ini melihat bahwa kinerja beberapa isntansi ini selama beberapa tahun terakhir cenderung bekerja sendiri-sendiri. Instansi ini memiliki program pengembangan kesenian dan kebudayaan. Akan tetapi dalam pelaksanaan dan penyusunan program, dinas-dinas ini juga masih cenderung berjalan sendiri-sendiri sehingga apa yang dia programkan seringkali tidak nyambung.
Edi Purwanto

CUK SUGRITO : HADRAH BAWEAN DILIRIK MALAYSIA


Cuk Sugrito : Hadrah Bawean Dilirik Malaysia
Media Bawean, 8 September 2009



Cuk Sugrito (Tokoh Seniman Asal Pulau Bawean)

Berita hadrah Bawean dilirik oleh Malaysia, hari ini (8/9) menjadi topik utama media massa di Indonesia.Media Bawean berhasil menghubungi Cuk Sugrito sebagai tokoh seniman asal Pulau Bawean, menurutnya, "Saya saat berkunjung ke Malaysia beberapa bulan yang lalu, sempat ditanyakan oleh warga Bawean di Damansara Malaysia berkaitan dengan hadrah Bawean disana (Malaysia : Red.)," katanya."Umumnya warga Bawean yang bertempat tinggal di Damansara berasal dari Kampung Menara Bawean, sehingga mereka punya bakat dan minat yang tinggi dibidang seni hadrah Bawean," ujarnya."Menurut salah satu tokoh disana, ada mengatakan bahwa kesenian hadrah orang Bawean di Malaysia seringkali diundang bila ada hajatan di kerajaan Malaysia. Setelah sering diundang memang ada permintaan dari pihak Malaysia untuk mematenkan seni hadrah Bawean sebagai kekayaan seni Malaysia," kata Cuk Sugrito."Saya menjawab, jangan mau dijadikan aset kekayaan seni bangsa lain, kita wajib untuk mempertahakan seni hadrah untuk diwariskan kepada anak cucu kita di Pulau Bawean," paparnya."Kalau sekedar untuk memainkan hadrah Bawean silahkan saja, tapi jangan menerima bila diakui sebagai aset kekayaan seni negara Malaysia," tegasnya."Seharusnya pemerintahan kita segera mematenkan semua kesenian yang ada, jangan disaat mau diakui negara lain baru kita berteriak jangan diambil. Sehingga semua budaya dan seni di Indonesia akan terlindungi dari pengakuan bangsa-bangsa lain" harapan Cuk Sugrito kepada pemerintah. (bst)

9.9.09

SENI HADRAH BAWEAN : AWAS ! ADA MALAYSIA !

Seni Hadrah Bawean Rawan Diklaim Malaysiasuarasurabaya.net Kesenian Hadrah Bawean yang berasal dari Kabupaten Gresik, Jawa Timur, rawan diklaim Malaysia. Ini lantaran berdasar laporan yang diterima Dewan Kesenian Gresik dari warga Bawean di Malaysia, kesenian tersebut mulai menjadi incaran untuk diklaim.

KRIS AJI Ketua Dewan Kesenian Gresik, saat dikonfirmasi Antara, Senin (07/09), membenarkan, adanya laporan mulai adanya pengklaiman kesenian tersebut. Untuk itu, ia telah mendesak kepada Pemkab Gresik untuk segera mempatenkan kesenian Hadrah Bawean yang dikhawatirkan akan bernasib sama dengan dua kesenian yang diklaim oleh Malaysia, Tari Pendet dan Reog Ponorogo.
Orang Bawean di Malaysia atau biasa disebut orang Boyan sendiri khawatir, karena banyak warga Indonesia yang merantau di Malaysia mulai beralih status menjadi warga Malaysia dan mengenalkan kesenian Hadrah Bawean itu kepada pemerintah setempat. "Mereka tertarik mengenalkan alat kesenian tersebut karena merasa mendapat dukungan dan diperhatikan, utamanya dari segi permodalan dari pemerintah Malaysia," katanya.

Sesuai data, sedikitnya ada 120 ribu orang Buyan di Malaysia, mereka tergabung dalam Persatuan Bawean Malaysia (PBM). Dari jumlah tersebut sebenarnya anggota PBM 40 ribu orang saja. Sebab, yang jadi anggota yang sudah jadi warga negara Malaysia. Sementara 80 ribu masih anggota istimewa, karena masih berstatus Warga Negara Indonesia (WNI).

Seni hadrah atau yang biasa disebut kompangan oleh penduduk Malaysia merupakan seni menabuh terbang, sambil menyanyikan lagu-lagu Islami yang biasanya kesenian itu ditampilkan dalam setiap acara perkawinan atau hajatan. Di Malaysia sendiri sedikitnya ada 47 kelompok hadrah.

KRIS menjelaskan usulan untuk pematenan Hadrah Bawean sendiri telah dilaporkan DKG kepada Dewan Kesenian Provinsi Jawa Timur untuk ditindaklanjuti ke Pemerintah Pusat. Selama ini peran Pemkab Gresik dinilai kurang begitu peduli terhadap perlindungan kesenian khas Gresik dengan memberikan hak paten. Padahal itu perlu, jangan justru setelah diklaim negara lain baru berkoar-koar, kata KRIS yang juga dikenal sebagai pelukis yang sudah lebih dari 50 kali menggelar pameran di antaranya di Anjungan Yogyakarta, TMII Jakarta, dan Galeri Ancol Jakarta.

"Apa fungsinya dibentuk dinas pariwisata dan kebudayaan jika tidak bisa menjaga kesenian dan kebudayaannya sendiri," katanya. Ia mengemukakan, selain Hadra Bawean, sebenarnya masih banyak kesenian Gresik yang harus segera dipatenkan di antaranya seni tradisi Damar Kurung, Pencak Macan, Beduk Tetet, Jaran Jinggo, Tari Pesisir Rancar Pertiwi. "Hampir semua kesenian di Gresik belum dipatenkan," katanya.

Sementara saat dikonfirmasi, NUR SUKARTIKA Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Gresik, mengaku, baru satu kesenian Gresik yang dipatenkan yakni Damarkurung, sementara untuk lainnya masih belum dilakukan. Ia juga belum bersedia memberikan penjelasan terkait alasan apa yang mendasari belum dipatenkannya sejumlah kesenian di Gresik. (ant/tin)

Hal yang berkaitan dengan budaya Bawean, KLIK DI SINI

18.5.09

DAMARKURUNG SENI TRADISI MASYARAKAT

Damar Kurung Seni Tradisi Masyarakat Senin, 27 April 2009 10:42 WIB

st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
MUNCULNYA fenomena “pembajakan” damar kurung yang akhirnya membuat keluarga masmundari berinisiatif mematenkan, disikapi reaksi Dewan Kesenian Gresik (DKG). Bahkan Ketua DKG, Kris Adji AW mengatakan, seni lukis damar kurung adalah seni tradisi masyarakat Gresik, sehingga keluarga Masmundari tidak mempunyai hak sepenuhnya mematenkan atas nama pribadi.
“Berdasarkan sejarah dalam Babad Sindujoyo bahwa damar kurung adalah seni tradisi milik masyarakat Gresik. Jadi siapapun boleh melukis damar kurung, rejeki orang itu beda-beda,” kata Kris.
Saat Masmundari masih hidup, lanjut Kris, memperbolehkan siapa saja melukis damar kurung. Karena Masmundari merasa bukan penciptanya, melainkan sebagai penerus. “Jadi, boleh-boleh saja jika damar kurung dipatenkan asalkan atas nama Gresik, bukan pribadi,” tegasnya.
Sebagai seniman, Kris menyayangkan jika seni tradisi damar kurung yang menjadi maskot kota Gresik, sedikit sekali yang meneruskan. DKG sendiri berupaya merangkul kalangan seniman muda untuk mengembangkan seni tradisi damar kurung. “Ya, minimal membuat seni damar kurung mini sebagai suvenir. Selain juga untuk terus mengembangkan seni tradisi damar kurung dalam tingkatan seni murni,” ujarnya.
Upaya menjaga seni damar kurung, Kris lebih menyukai menggunakan sebutan “mengembangkan” bukan “melestarikan”. “Kalau melestarikan karyanya hanya itu-itu saja. Tapi jika mengembangkan, pelaku diberikan kebebasan untuk mencurahkan kerakternya di lukisan damar kurung,” tambahnya.
Untuk melukis damar kurung, Kris bersama beberapa seniman di Gresik memberikan sentuhan-sentuhan baru untuk memperkaya objek dan tema-tema yang diangkat berdasarkan eranya. Misalnya anak-anak bermain video game atau kegiatan di pasar modern seperti supermarket.
Kendati setiap seniman bebas mencurahkan karakteristik, tapi aliran yang diikuti tetap sama dengan gaya lukisan damar kurung Masmundari, yakni aliran naif. “Karena maindset masyarakat tentang damar kurung adalah lukisan naif,” katanya.
Soal perhatian Pemkab Gresik akan seni tradisi yang menjadi maskot kota Gresik ini, Kris, mengamini bahwa sejauh ini memang masih kurang. “Memang sempat beberapa waktu lalu ada lomba tekstil dengan desain lukisan damar kurung di tingkat SMA. Tapi tidak ada respon dari pemerintah untuk mengembangkannya,” katanya.
Tak hanya itu, jelas Kris, penghargaan Pemkab Gresik terhadap maestro damar kurung Maskundari juga kurang. “Mestinya maestro seni tradisi tidak hanya diambil manfaatnya, tapi diberi penghargaan,” ujarnya. ”Ya, setidaknya nama sang maestro bisa diabadikan untuk nama gedung. Seperti Gedung Cak Durasim di Taman Budaya Jatim,” tegasnya. k13

29.3.09

APA KATA IR. H. AHMAD NADIR

Januari 10, 2008
Rencana Legislatif Dalam Mendukung Perkembangan Seni & Budaya Di MasyarakatPosted by kelompokcager under Diskusi
Minggu, 13 Mei 2007
Pemateri : Ir. Ahmad Nadhir
** Ketua DPRD Kab. Gresik Periode 2004 - 2009
Pada dasarnya dalam menjalankan tugas perwakilannya di lembaga legislatif adalah melaksanakan 3 peran utamanya, yaitu :
1. Peran legislasi atau pengaturan. Sebuah peran sebagai regulator yaitu pembuat peraturan / regulasi.2. Peran pengawasan terhadap kinerja eksekutif yang berlaku secara otomatis (namun tidak dijelaskan mekanisme pengawasan terhadap eksekutif selain melalui forum dengar pendapat).3. Peran pengannggaran atau budgeting yang dititikberatkan pada fungsinya, yaitu menolak atau menyetujui anggaran yang ditetapkan dalam APBD.
Dalam keterkaitan dengan wilayah seni & budaya, ketua DPRD yang juga dikenal kiprahnya dalam organisasi GPA (Gerakan Pemuda Anshor) berharap mampu menjalankan fungsi legislasi secara optimal dalam membuat perda yang berfungsi untuk melindungi cagar budaya dan harapan munculnya gresik yang memiliki wilayah seni.
Namun sayang, kebanyakan masyarakat seniman Gresik menyoroti pada tidak adanya gedung yang khusus bisa digunakan sebagai tempat untuk apreseasi kesenian. Baik sebagai tempat pameran (untuk seni rupa) atau juga sebagai tempat unjuk karya bagi seniman teater, musik, tari. Ketua DPRD yang saat itu memaparkan bahwa masa kerja pengurus pada dasarnya hanya kurang 2,5 tahun saja, lebih banyak diharapkan pada persoalan betapa pentingnya tempat sebagai bentuk kepedulian pihak-pihak penyelenggara pemerintahan terhadap (rakyat) seniman-senimannya.
Sorotan lainnya lebih ditujukan pada incompetency person di bidang-bidang eksekutif yang notabene bersinggungan secara langsung dengan wilayah perkebangan seni & budaya. Bahwa dianggap sangat fatal apabila pejabat Kasubdin misalnya di Diknas ternyata kurang mengerti/mewadahi apa saja yang dibuthkan dalam pengembangan seni & budaya di lingkup wilayah kerjanya. Tidaklah cukup apabila metode pengembangan hanya dilakukan dalam rangka Porseni belaka.
Atau juga kesulitan para seniman dalam menyelenggarakan kegiatan kesenian baik dalam hal penggalian dana (yang seringkali dibantu para donatur) dimana pihak-pihak yang semestinya memiliki kaitan erat dalam penyelenggaraan kesenian, (seperti Disparinkom, Dinas P&K) malah sering kali berlaku pilih-pilih dalam membagi sedikit pendanaan. Atau kalaupun ada pasti selalu menggunkan nama pribadi sebagai donatur, bukan atas nama institusi. Dan belum lagi dengan tempat dan segala atribut pelengkap penyelenggaraan kegiatan kesenian, seperti ijin keramaian dan lain sebagainya. Ya, sekali lagi tentang sewa tempat yang mahal.
Pada dasarnya apa yang muncul dari diskusi TEBU ke-4 CAGER dalam wacana tema : RENCANA LEGISLATIF DALAM MENDUKUNG PERKEMBANGAN SENI & BUDAYA DI MASYARAKAT adalah tindakan kongkrit atas kepedulian akan pentingnya pengembangan seni & budaya masyarakat dalam kerangka kerja bersama antar elemen. Termasuk transparansi pengawasan antar elemen dan perbaikan kinerja.
Sebagai kesimpulannya adalah bahwa di Gresik perlu wahana seni & budaya (gedung kesenian). Selanjutnya transparansi penggunaan PAD Gresik yang diketahui sejumlah 115 M (no 2 setelah Surabaya) lewat jalur institusi seni sebagai anggaran kesenian. Tak kalah pentingnya yaitu perlu modul pengawasan yang transparan ke masyarakat atas adanya penyelewengan-penyelewengan birokratis. Dan yang terakhir pentingnya kesadaran melaksanakan fungsi masing-masing elemen untuk saling memahami dan saling mendukung sehingga tercipta dinamika membangun yang sehat.

28.3.09

DKJT DAN FASILITAS KEBUDAYAAN

Senin, 10 Maret 2003
Dewan Kesenian Jatim dan Fasilitas Kebudayaan
KARENA Gubernur Jawa Timur (Jatim) Imam Utomo sendiri yang melantik, maka secara moral gubernur harus mengakui keberadaan Dewan Kesenian Jatim sebagai institusi sah pemangku kebudayaan. Sama sahnya dengan institusi bisnis, institusi olahraga, dan sebagainya.
Kebudayaan mestinya ditempatkan oleh negara sebagai faktor paling penting dalam kehidupan bernegara. Karena semua bangsa yang beradab pasti menganggap kebudayaan adalah roh suatu bangsa.
Bahkan, dalam sejarah terlihat bahwa bangsa-bangsa kuno pun menempatkan kebudayaan sedemikian tinggi. Ini terlihat dari peninggalan-peninggalan kebudayaan yang spektakuler, seperti candi-candi suku Aztec, Inka, dan Maya di Amerika, sphinx dan piramid di Mesir, dan sangat banyak lagi.
Mestinya, kalau Pemerintah Indonesia menjalankan UUD 1945 dengan benar, pasti juga akan melakukan hal yang seperti itu. Karena, dalam UUD 1945 Pasal 32 disebutkan bahwa pemerintah wajib memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Pengertian wajib memajukan mestinya berkonotasi mengutamakan, dan bukan hanya menempatkan kebudayaan sebagai "pelengkap saja" atau "asal ada saja". Kalau kita perbandingkan antara Indonesia dengan Malaysia-tak perlu membandingkan dengan Perancis atau Amerika Serikat-Indonesia kalah jauh dengan upaya Malaysia memajukan kebudayaan. Padahal, kebudayaan Indonesia sudah lama maju dan tingkat kecanggihan yang tinggi dibanding bangsa lain, termasuk sesama puak Melayu di Malaysia.
Jangankan naskah Desawarnana (Negarakertagama) yang notabene ditulis oleh orang dalam Majapahit sendiri, sedangkan naskah Sejarah Raja-raja Melayu karya pujangga Melayu Semenanjung, maupun Hikayat Banjar yang ditulis oleh pujangga Banjar, Kalimantan, pun memuji sungguh-sungguh bahwa kebudayaan Majapahit (kini boleh disebut sebagai pilar utama kebudayaan Jawa dan Indonesia), merupakan kebudayaan yang canggih.
Dalam semua kitab kuno itu tergambarkan, semua raja-raja atau pangeran dari Nusantara ataupun luar Nusantara, menimba ilmu pemerintahan dan kebudayaan dari Majapahit. Ilmu tata pemerintahan Majapahit yang dijadikan pedoman tata pemerintahan raja-raja Nusantara itu telah dikaji mendalam oleh budayawan Indonesia Mr Mohamad Yamin, dan kemudian ditulisnya dalam sebuah buku yang banyak dijadikan rujukan oleh ilmuwan Nusantara.
Setelah Mataram berdiri, unsur-unsur budaya Majapahit itu dipercanggih oleh Mataram dengan mengambil unsur Islam dari keraton Demak yang ditundukkannya, lalu disenyawakan dengan unsur Hindu warisan Majapahit.
Kebudayaan campuran itu, yang kemudian disebut Kejawen menjadi unsur penting yang menjadikan kebudayaan Jawa begitu rumit dan canggih, yang kemudian kelihatan paling menonjol dibanding kebudayaan daerah lain di Indonesia ketika Republik Indonesia didirikan oleh orang-orang Jawa dan etnis lain Indonesia.
KEBUDAYAAN Jawa Kejawen itu oleh seorang budayawan Malaysia, SM Zakir, dinilai sebagai salah satu warisan kebudayaan agung dunia, sejajar dengan kebudayaan Yunani. Ketika Indonesia semakin kokoh di bawah pemerintahan yang kuat (meskipun korup luar biasa), modernisasi juga merasuki semua unsur kebudayaan, terutama disusupkan oleh seniman-seniman intelektual.
Maka, lihatlah kebudayaan Indonesia modern dianggap berkembang luar biasa ketika Jakarta di tahun 1970-an disubsidi oleh Gubernur Ali Sadikin dengan berbagai fasilitas kebudayaan dan uang yang luar biasa banyaknya. Dan, karena Jakarta yang antara lain dimotori oleh DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) dan intelektual di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) juga merangkul kebudayaan daerah (meski cuma sekadarnya). Namun, kebudayaan daerah pun kemudian berkembang dengan modernisasi yang lumayan.
Akan tetapi, semenjak Ali Sadikin dipecat Soeharto, dan tak ada lagi pejabat yang memperhatikan kebudayaan Indonesia, maka lambat laun bangsa lain, terutama dalam bahasan ini ialah Malaysia dan Singapura, mulai menyalip Indonesia. Misalnya, Malaysia sejak Mahathir Mohammad terpilih menjadi perdana menteri di akhir tahun 1970-an, yang dicanangkannya adalah "Ekonomi Baru Malaysia". Namun, dalam program ekonomi baru itu termasuk pula memajukan kebudayaan.
Oleh karena itulah, di samping memajukan ekonomi Malaysia yang bercirikan: "menomorsatukan hak-hak rakyat pribumi", Malaysia juga mengguyur kegiatan pendidikan dan kebudayaan dengan dana yang luar biasa besarnya. Termasuk mengirim sebanyak-banyaknya mahasiswanya dengan beasiswa dari pemerintah untuk belajar ke luar negeri (termasuk ke Indonesia), dan pembangunan infrastruktur kesenian dan kebudayaan luar biasa banyaknya, bahkan boleh dikata berlebihan.
Saya ambil contoh, jika Pemerintah DKI Jakarta memberi dana untuk DKJ sekitar Rp 2 milyar setahun untuk seluruh komite, Pemerintah Malaysia memberi dana rutin Rp 7 milyar setahun (berdasar buku laporan Gapena tahun 1999 dan kini mungkin sudah diperbesar lagi) kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) pelat merah yang hanya mengurusi sastra tok yang bernama Gabungan Persatuan Penulis Nasional Malaysia (Gapena).
Itu belum termasuk fasilitas gedung yang amat sangat representatif, plus 50 ekar (hektar atau acre?) tanah di daerah Sungai Tekali, Ulu Langat, pinggiran Kuala Lumpur yang boleh disewakan dan hasil sewanya boleh dipakai untuk kegiatan Gapena.
Di samping itu, pemerintah juga menghibahkan 14 unit kilang industri kecil di Bukit Serdang, juga di pinggiran Kuala Lumpur yang ongkos sewanya masuk ke kantung Gapena sebagai dana abadi.
Itu pun masih ditambah dengan berbagai proyek pemerintah yang diorderkan kepada Gapena, plus berbagai sumbangan dari lembaga bisnis, misalnya, bank, perusahaan minyak, dan sebagainya, yang seakan berlomba memberi sponsor kepada Gapena. Gapena juga mempunyai saham di beberapa bank, dan sejak tahun 1999 mendirikan perusahaan Gapeniaga dan Akademi Gapena.
Sudah begitu, Gapena masih berani mengkritisi kebijakan-kebijakan Pemerintah Malaysia yang dipandang merugikan pembangunan kebudayaan Malaysia, terutama kebudayaan Melayu.
KINI kita lihat di Surabaya, Kantor Dewan Kesenian Jatim masih nebeng di Kompleks Taman Budaya Jawa Timur (TBJT). Itu pun konon TBJT-nya akan dijual ke tauke yang ingin mendirikan kompleks bisnis.
Apakah semua dewan kesenian di Indonesia ditelantarkan oleh pemerintah yang lebih tertarik mengurusi bisnis dan intrik politik dan anti-kebudayaan, seakan-akan manusia itu hanya butuh makan persis seperti binatang dan tidak butuh kebudayaan? Hal itu adalah tergantung kesadaran gubernurnya.
Memang, umumnya dewan kesenian di Indonesia ditelantarkan, tetapi di Riau, Lampung, Medan, Samarinda, dan Pontianak, dewan kesenian mendapat perhatian dan guyuran dana dari pemerintahnya. Bahkan, Riau yang paling fantastis dalam hal dana dan fasilitas, mungkin karena mereka mencontoh tetangga dekat mereka, Malaysia dan Singapura.
Di samping itu, karena seniman-seniman Riau memang bergaul sangat dekat dengan gubernur dan para pejabat Riau serta kaum bisnis dan industriwan di sana. Bahkan, beberapa pejabat Riau dan pengusaha Riau berasal dari kalangan seniman, persis seperti di Malaysia.
Di Riau hanya menjadi seniman total saja seseorang sudah bisa hidup, padahal taraf hidup dan harga-harga di Riau sangat mahal, karena proyek seni diadakan bukan hanya tiap minggu, namun hampir setiap hari. Sedangkan event seni yang sangat besar diadakan hampir setiap bulan, yang bahkan mengundang seniman dari Malaysia, Singapura, Brunei, dan Thailand.
Maka, tantangan para pengurus Dewan Kesenian Jatim kini adalah mendekati gubernur dan pengusaha, dan meyakinkan kepada mereka bahwa manusia itu tidak sama dengan binatang. Yang membedakan manusia dengan binatang adalah faktor kebudayaan, faktor lainnya sama saja.
VIDDY AD DAERY, penyair, novelis, dan penulis kolo

Bagaimana dengan nasib DKG (Dewan Kesenian Gresik) ?

24.3.09

CAK MU'AN, PELUKIS DAN BUDAYAWAN GRESIK MENINGGAL DUNIA

Innalillahi wainnaaillaihi roji'uun, telah meninggal dunia dengan tenang, pelukis dan budayawan Gresik Cak Mu'an pada hari senin, 16 Maret 2009 di rumah duka Toko Putih Jl. H. Samanhudi Gresik. Cak Mu'an adalah pelukis seangkatan dengan almarhum OH Supono, Daryono, Amang Rahman, Cak Roeslan juga Pelukis Rudi Isbandi.

Cak Mu'an adalah seniman dan budayawan yang walaupun menjelang akhir hidupnya ia stagnan dalam berkarya, tetapi selalu memperhatikan dan membantu para seniman muda baik secara moril maupun materiil.
Sebagai wong Gresik asli cak Mu'an memiliki beberapa koleksi karya seni dan karya peninggalan yang menjadi saksi sejarah dan budaya Gresik masa lalu. Sehingga beliau sering dikunjungi oleh para budayawan seperti Cak Nun maupun dari mancanegara yang kebetulan membutuhkan jasa beliau dalam menelusuri sejarah dan budaya Gresik untuk bahan penelitian mereka.

Belum Setahun Gresik telah kehilangan seorang pelukis yang telah mengangkat Damar kurung menjadi ikon Gresik dan telah menasional bahkan internasional, yakni Imang AW (untuk mengenangnya klik disini dan disini), kini kita telah ditinggal oleh seorang yang peduli dengan perkembangan budaya Gresik, Cak Mu'an.
Semoga Allah SWT memberikan jalan yang lapang bagi mereka dan mengampuni dosa-dosanya serta menerima amalan-amalan yang telah diperbuatnya. Amin (*Kris Adji AW)

18.3.09

KOTA GRESIK DAN BUDAYA SANTRI

Kota Gresik dan Budaya Santri
Jumat, 6 Maret 2009 9:00 WIB Kategori: Opini
ShareThis
Gresik tidak ubahnya sebuah museum atau tempat penyimpanan artefak Islam semata. Gresik tidak lebih dari sekadar tempat bersemayamnya jasad para waliyullah. Dengan kata lain, seiring dengan wafatnya para waliyullah, perlahan namun pasti redup pula pancaran nilai-nilai Islam dari bumi Gresik.
SANGAT lama Kota Gresik menyandang predikat “Kota Santri”. Entah apa alasannya, sehingga Gresik layak disebut Kota Santri. Apakah karena Gresik dulu merupakan salah satu pintu gerbang masuknya Islam di Jawa Timur, atau karena penghasil kopiah (songkok) yang kerap dijadikan identitas kaum muslim, atau karena Gresik memiliki koleksi makam para auliya (waliyullah) paling banyak ?
Dengan memperhatikan posisi geografis sebagian wilayah Gresik, yang terbentang sepanjang pesisir pantai (Panceng, Sedayu, Bunga, Manyar dan Gresik), tidak dipungkiri, Gresik pernah memiliki peran strategis terkait masuk dan berkembangnya Islam di Pulau Jawa. Paling tidak, banyaknya makam para auliya dan para kerabatnya. Daerah itu, minimal pernah menjadi tempat bermukim para penyebar agama Islam di Jawa.
Sebagaimana banyak sejarah mencatat, para penyebar agama Islam di Indonesia bukan mubaligh (penyebar agama) murni. Sebagian besar justru kaum pedagang dan sekaligus sebagai mubaligh. Tidak berlebihan bila kehadiran mereka relatif lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Meski demikian, mereka bukanlah pribadi yang berwatak materialis-kapitalisme. Status mereka sebagai pedagang sekaligus berfungsi sebagai sarana dakwah yang efektif. Keberadaan para waliyullah di Gresik itu tidak semata-mata mengajarkan Islam secara normatif.
Lebih dari sekadar mengajarkan agama (Islam) secara formalis-simbolik, para waliyullah berkemauan keras menata masyarakat Gresik untuk menjadi masyarakat yang memiliki budaya agamis yang tinggi. Jadi, Sejarah Gresik sebagai kota kaum santri seirama dengan perjalanan panjang para pemuka Islam itu.
Identitas SantriSeiring berjalannya waktu, Gresik tidak ubahnya sebuah museum atau tempat penyimpanan artefak Islam semata. Gresik tidak lebih dari sekadar tempat bersemayamnya jasad para waliyullah. Misalnya Maulana Malik Ibrahim, Gunan Giri, Nyai Ageng Pinatih, Sunan Prapen dan sebagainya. Dengan kata lain, seiring dengan wafatnya para waliyullah, perlahan namun pasti redup pula pancaran nilai-nilai Islam dari bumi Gresik.
Penghargaan terhadap para waliyullah, hampir-hampir telah sirna. Yang tersisa hanyalah penghargaan-penghargaan simbolik yang kering makna, diantaranya : khaul, ziarah wali dan sejenisnya yang mewujud dalam tradisi “meruwat makam”.
Sedangkan untuk membangun tradisi “meruwat ajaran waliyullah” tersebut hampir-hampir turut terkubur bersama jasad para wali itu sendiri. Keteladanan akhlak waliyullah yang kemudian mampu mengantarkan Gresik sebagai Kota Santri justru tidak berbekas.
Ironisnya, meski budaya santri telah benar-benar terkubur dalam “gudang sejarah”, predikat Kota Santri tetap dibangga-banggakan. Mengesankan bahwa kebanggaan terhadap predikat tersebut tidak identik dengan kepahamannya. Bukankah secara sosiologis istilah ’santri’ merupakan produk kultural yang memiliki arti “masyarakat agamis”.
Semestinya pencitraan masyarakat Gresik sebagai ‘masyarakat santri’ terkait erat dengan moralitas masyarakat Muslim. Baik dalam moralitas berpolitik, sosial, ekonomi maupun budaya. Perkembangan perilaku kaum muda di Gresik saat ini dapat dikata dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Norma-norma religius hampir benar-benar tercerabut dari akarnya dan bahkan sekarang berbelok arah ke pola budaya hedonis-materialis.
Kaum muda telah banyak menyingkir dari lingkungan masjid atau tempat-tempat yang selaras dengan karakteristik masyarakat santri, dan beralih ke warung remang-remang yang kian hari berkembang kian massif. Tak terkecuali mereka yang masih berstatus pelajar — dan bersekolah di sekolah yang bersimbolkan Islam.
Menemukan kerumunan anak-anak muda (dan pelajar) di warung-warung mesum yang berkedok “warung kopi”, bukanlah hal yang sulit, baik siang ataupun malam hari. Warung-warung yang tersebar mulai dari wilayah Panceng (Gresik Utara) sampai Balongpanggang (Gresik selatan) itu merupakan fenomena lain dari Gresik. Maka bukan hal yang aneh lagi bila pengidap virus HIV/AIDS di Gresik juga tergolong tinggi.
Menjamurnya praktik prostitusi, yang melibatkan kalangan remaja-remaja di bawah umur , dengan kedok warung kopi itu, merupakan indikator bahwa degradasi moral dikalangan kaum muda Gresik sudah berada dalam tahapan yang sangat akut.
Tanggungjawab BersamaApakah kondisi riil kaum muda ini sebagai konsekuensi logis dari Gresik yang juga menyandang status sebagai kota industri? Belum lagi dengan perilaku politisi yang kerapkali jauh dari nilai-nilai religius dalam usaha untuk mewujudkan ambisi politiknya.
Semua mencerminkan bahwa kerusakan mentalitas religius tidak hanya menjangkiti generasi tertentu dan wilayah tertentu saja. Penyebaran penyakit hedonis-materialisme, yang salah satu cirinya menghalalkan segala cara, sudah mewabah.
Terkait dengan identitas budaya, masyarakat Gresik sejatnya dihadapkan pada dua tantangan identitas, yaitu “kota santri” dan sekaligus “kota industri”. Masalahnya, haruslah budaya santri yang sarat dengan nilai-nilai luhur itu harus menjadi tumbal ambisi-ambisi industrial. Atau sebaliknya, mempertahankan kekuatan industrial Gresik namun bisa hidup selaras dengan nilai-nilai luhur dari pesantren.
Tampaknya, tanggungjawab utama berada di pundak seluruh masyarakat Gresik yang masih merindukan nilai-nilai Islami dalam kehidupan masyarakatnya. Sedangkan peran sentral perubahan ada ditangan para elite birokrat dan politik di Gresik. Ditangan mereka inilah, harapan dan tuntutan masyarakat bisa diwujudkan atau bahkan dikuburkan.Selamat HUT Ke-522 Kota Gresik pada 9 Maret 2009.
Abd Sidiq NotonegoroPengkaji Sosial-Keagamaan, dosen Universias Muhammadiyah Gresik

8.3.09

GELAR PAWAI BUDAYA HUT GRESIK 2009

GELAR PAWAI BUDAYA HARI JADI KOTA GRESIK 2009
Takut tidak diakui sebagai kota santri?


Pemkab Gresik merayakan dan memperingati hari jadi kota Gresik ke 522 dan HUT Pemkab Gresik ke 35 dengan mengadakan seabreg kegiatan dan lomba-lomba bahkan bagi-bagi 15 ribu bungkus nasi krawu ( untuk apa ? sekedar sensasi untuk mendapat perhatian rakyat saja atau mampu memjadi solusi bagi sulitnya rakyat menghadapi kebutuhan hidupnya?).
Pada hari kamis, 5 Maret 2009 Pemkab Gresik mengadakan Gelar Pawai Budaya yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat, pelajar, BUMN dan staf kantor dinas di lingkungan Pemkab Gresik dengan membagi acara tersebut menjdi 2 jenis dalam satu waktu, yakni pawai busana daerah dan pawai grup kesenian . Mereka diharuskan jalan kaki ( gak kesel tah ?) alias tidak boleh mengendarai kendaraan bermotor, kecuali para cak dan yuk Gresik yang diarak naik jip willis ( wah gak adil yaa..).
Untuk peserta pawai busana daerah, mereka mengenakan busana khas Gresik (katanya..) yakni yang pria mengenakan setelan seperti umumnya orang Gresik pergi ke Masjid, sarung, baju koko berkopyah, bahkan ada yang berbusana mirip cak Suroboyo. Ada juga yang pakai baju khas kiai lengkap dengan sorbannya. Sedang yang perempuan mengenakan kebaya jawa, kain sewek dan kudung sarung khas wong Giri. Tetapi ada juga yang mengenakan busana daerah lain seperti bugis, madura dll.
Sedangkan peserta grup kesenian menampilkan berbagai jenis kesenian (yang dianggap) khas Gresik seperti qosidah, hadrah, terbang jidor, jaran jinggo (kuda yang bisa menari dan melakukan atraksi sesuai instrusi pawangnya) tapi nggak ada pencak macan yaitu kesenian khas pesisir Gresik yang menjadi andalan ketika Gresik ikut kompetisi Pemuda Pelopor tahun lalu). Justru reog sebagai kesenian khas Ponorogo tampak lebih menonjol dan menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat Gresik selain grup Drum Band pelajar yang saya hitung ada lebih dari 4 kelompok.
Sekedar apresiasi Kota Santri dan Pawai Budaya
Secara keseluruhan pertunjukan Gelar Pawai Budaya tersebut bagi masyarakat Gresik (perkotaan) cukup sebagai sekedar hiburan tahunan yang bahkan tidak lebih baik dari acara yang sama yang diadakan tahun lalu. Kesan sekedar ada sangat menonjol dibandingkan dengan kesan adanya pembinaan dan pengembangan acara agar kegiatan tersebut berkesan dan mampu menjadi warna khas bagi budaya Gresik.
Ironisnya lagi karena “takut” tidak dikatakan Gresik Kota Santri, para peserta pawai terkesan dipaksakan untuk menggunakan atribut-atribut serta busana sehari-hari masyarakat muslim Gresik yang biasa memakai sarung dan baju koko. Apa iya.. kalo santri itu harus berbusana seperti itu.. wong banyak kok yang lebih santri tapi biasa-biasa saja…, demikian pendapat salah satu penonton yang mengikuti acara tersebut di pinggir jalan. Memang acara budaya yang memakan biaya sebesar itu mestinya dapat memberikan pencerahan baru bagi pengembangan budaya Gresik yang beragam sehingga tidak sekedar kulitnya saja yang bernuansa kota Santri, tapi seluruh gerak kehidupan masyarakat Gresik berbudaya santri.
Barangkali Pemkab Gresik khususnya Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (BUDPARPORA) tidak perlu lagi merasa lebih pintar dalam mengemas kegiatan yang melibatkan masyarakat, apalagi dalam even yang besar. Mari bersama-sama kita berbesar hati untuk selalu pasang mata pasang telinga, kita dengarkan aspirasi masyarakat dan kita tampung pendapat mereka yang akhirnya menjadi formula bagi perkembangan budaya Gresik yang efeknya barangkali seperti Dinas BUDPARPORA bisa menjual aktivitas budaya masyarakat menjadi obyek wisata.
Cobalah kita menengok (syukur-syukur bisa mengamati dan menjadi bahan pembanding) even yang diadakan oleh saudara kota di Jember Jatim yang telah mengadakan acara pawai keliling kota yang mirip dengan yang diadakan oleh Pemkab Gresik ( tapi lebih bagus yang sanaaa..) sejak tahun lalu dan tahun 2009 ini akan diselenggarakan lagi dengan judul Jember Fashion Carnaval JFC).
Untuk tahun ini sebelum acara diadakan di Jember, panitia mencoba memancing minat masyarakat dari luar Jember dengan mengadakan pawai di Surabaya lebih dulu. Dimana acara pawai diawali dari Gedung Grahadi dan berakhir di Plasa Surabaya dalam rangka usaha memperkenalkan pada masyarakat Surabaya (yang ibu kota Jawa Timur) akan pawai JFC yang digelar tiap Agustus. Mereka mengenakan pakaian beraksen merak dari bahan bekas sebagi cermin bahwa mereka juga peduli lingkungan.
Barangkali jika sekali-kali Dinas BUDPARPORA dengan senang hati membuat forum seminar, diskusi, musyawarah atau sarasehan dengan mengundang para tokoh, seniman, budayawan dan intelektual Gresik untuk bersama-sama diajak mencari solusi untuk memunculkan kekhasan Gresik Kota “Santri” yang tidak sekedar kulit tapi juga isi, mungkin akan muncul berbagai ragam pendapat yang bisa menjadi acuan bagi program budaya ke depan.
Sehingga istilah Gresik Kota Santri tidak lagi menjadi beban sosial yang jalan keluarnya hanya sekedar polesan tampak muka saja tetapi benar-benar menjadi kebiasaan budaya yang benar-benar santri. Karena hakikatnya santri adalah kebudayaan tholabul ilmi. Maka bukan karena tidak bersurban dan berbaju koko kemudian divonis bukan santri ( sampai-sampai pegawai pemkab Gresik diwajibkan pakai baju koko/busana muslim selama seminggu agar terkesan bahwa Gresik adalah Kora Santri) tapi lebih pada sikap dan kebiasaan budaya sebagai santri yang tholabul ilmi, mensyiarkan ibadah dan tempat ibadah, suasana sekolah sebagai tempat menggali ilmu semarak termasuk seringnya muncul ajang diskusi/musyawarah dalam menemukan solusi masyarakat untuk menjadikan masa depan mereka menjadi lebih “santri”.( Kris Adji AW, Pelukis, Budayawan)

2.3.09

LOMBA KARIKATUR DAN PUISI GUS DUR




LOMBA KARIKATUR DAN PUISI GUS DUR SE GRESIK
Minggu, 25 Januari 2009 di Masjid Manba’ul Falah Sidomoro (Masjid Semen Gresik) diadakanlomba Karikatur Gus Dur oleh Pengurus Ranting NU Sidomoro dan DKG. Ketokohan Gus Dur sebagai bapak bangsa serta sepak terjangnya selama ini menjadi sumber ide dalam menampilkan obyek yang unik ini oleh para peserta yang terdiri dari para pelajar dan masyarakat umum di Gresik.
Selain itu juga diumumkan hasil lomba tulis puisi tentang Gus Dur yang nantinya dari 15 puisi terbaik akan dibukukan oleh panitia, termasuk hasil lomba karikaturnya. Demikian penjelasan Rofiq Madji selaku ketua panitia lomba tersebut.
Pelaksanaan lomba dibuka oleh Bapak Wakil Bupati Gresik, Sastro Suwito dan dihadiri oleh Ketua Umum DKG, Kris Adji AW dan para juri lukis Inoeng dan Iskandar Zubair serta juri puisi Mardiluhung dan L. Machali.
Menurut Rofiq, ketua panitia lomba, selain membukukan hasil lomba tersebut, karya-karya para peserta juga akan dipamerkan.




18.1.09

SENIMAN JATIM KEHILANGAN INDUK

Seniman Jatim Kehilangan Induk
Kamis, 15 Januari 2009 10:01 WIB Kategori: Opini
ShareThis
Para seniman kalau perlu menyuarakan aspirasinya melalui wakil rakyat yang duduk di DPRD Jatim, khususnya komisi E, bahwa kesenian itu tetap penting, untuk memberikan warna berbeda pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
KADO pahit diterima seniman Jawa Timur pada akhir 2008, berupa pembubaran sebuah lembaga pemerintah bernama Taman Budaya Jawa Timur (TBJ), menyusul diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) 41/2007 tentang Pengaturan Perangkat Daerah oleh Pemprov Jatim.
Pembubaran Taman Budaya Jatim yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Subdin Kebudayaan di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Jatim ini, muncul bersamaan dengan pengumuman mutasi sekitar 1.800 pejabat di lingkungan Pemprov Jatim.Pembubaran TBJ yang sudah menjadi rumahkedua bagi seniman Jatim dan provinsi lainnya ini, terlihat saat nama para pejabatnya, masuk dalam daftar mutasi. Hal ini membuat kaget masyarakat,khususnya para seniman Jatim, yang selama ini menganggap TBJ adalah tempat penyaluran kreatifitas, aktivitas dan apresiasi dibidang seni budaya, yang dianggap paling menonjol di Jatim.
Dibandingkan lembaga lain yang sama-sama menangani kesenian kebudayaan, TBJ layak dipertahankan keberadaannya. Ketika PP 41/2007 sering didengungkan Gubernur Jatim, Imam Utomo, saat itu para seniman memprediksi bahwa Subdin Kebudayaanlah yang dibubarkan dan bergabung dengan Dinas Pariwisata Jatim, mengingat satuan kerja ini dinilai cukup eksklusif, merasa lebih elite, dantertutup dimata seniman. Para pejabatnya berlaku sebagai birokrat asli, semuanya serba formal, dan jauh dengan kehidupan seniman.Diakui atau tidak serta realitas di lapangan, para seniman Jatim, bahkan dari luar Jawa sekalipun, lebih suka dan akrab dengan TBJ, karena lebih terbuka, pejabatnya juga ‘nyeniman’, tetap menjalankan aturan main tetapi tidak kaku atau fleksibel. Kapanpun seniman mau masuk TBJ, apakah itu sekadar ‘cangkruk’, mau pinjam gedung untukkegiatan seni, ngobrol masalah kesenian, atau menginap di wisma seni yang sudah menjadi langganan para seniman dari luar Jatim, pintunya bebas danterbuka lebar 24 jam.Mereka tidak perlu berpakaian necis, pakai sepatu,baju dan dasi, tetapi cukup mengenakan celana jins, kadang celana sebatas bawah lutut, kaos oblong, pakai sandal jepit, sudah bisa bertamu dan ngobroldengan kepala TBJ, di ruang ber AC, bengkel kerja, maupun di warung. Itulah sifat, budaya, dan perilaku, yang tidak dimiliki oleh lembaga lain di lingkungan Dinas P dan K, yang sama-sama menangani masalah kesenian.
Belum MemuaskanDiakui atau tidak, TBJ yang seolah menjadi jelmaan Dewan Kesenian Surabaya (DKS), memiliki jaringan kerja kesenian dan antarseniman, organisasi kesenian secara nasional serta telah melaksanakan kegiatan kesenian baik itu berupa pergelaran, pameran, pelatihan, diskusi, sarasehan, yang dilakukan secara rutin tiap tahun.
Bahkan ada beberapa agenda kegiatan kesenian yang telah dilaksanakan sejak tahun 2000 yang sifatnya nasional, seperti Festival Cak Durasim, Surabaya Full Musik, yang selalu melibatkan seniman dari berbagai provinsi bahkan luar negeri.
Sedangkan kegiatan kesenian yang sifatnya regional Jatim, seperti Festival Kesenian Kawasan Selatan, Kawasan Utara, Bienale Seni Rupa (dua tahun
sekali) dan telah dilaksanakan dua kali, Festival Teater Remaja (sejak 1998), maupun pelatihan, diskusi, yang sifatnya meningkatkan kemampuan dan wacana seniman Jatim, semuanya merupakan agenda rutin tiap tahun yang terus berkesinambungan.
Memang semuanya belum memuaskan 100 persen bagi seniman Jatim, tetapi realitanya banyak seniman Jatim yang kini dikenal secara nasional, dan sering mendapat undangan untuk menunjukan aktivitas dan kreativitasnya di berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga kesenian dari berbagai kota lainnya, baik yang sifatnya regionalmaupun nasional.
Selain itu kepala TBJ juga mendapat kepercayaan dari Taman Budaya provinsi lainnya untuk menjadi ketua koordinator kerja antar-Taman Budaya se Indonesia, karena selama ini dianggap paling eksis dan memiliki seabrek kegiatan kesenian.
Sebab, tahun 1980, Taman Budaya baru terbentuk di 25 propinsi, dan waktu itu hanya dua provinsi yang tidak memiliki Taman Budaya, yakni DKI Jakarta, Sumatera Selatan (Palembang), dan provinsi baru hasil pemekaran pada era otonomi daerah.
Pada era ini pula TBJ yang dulu sebagai lembaga pusat atau bertanggungjawab pada pemerintah pusat, di bawah Dirjen Kebudayaan, tepatnya 7 Juni 2002, resmi menjadi UPT dilingkungan Dinas P dan K Jatim, melalui SK Gubernur Jatim nomor 41 tahun 2002, dengan nama lembaga tetap Taman Budaya Jatim.
Enam tahun kemudian dan tepatnya pada 23 Desember 2008 lalu bertempat di gedung Islamic Center, TBJ resmi dibubarkan. Karyawannya bergabung dengan karyawan Subdin Kebudayaan, di lembaga baru bernama Balai Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Jatim. Sedangkan kepala TBJ, menduduki pos baru menjadi kepala bidang Permuseuman dan kepurbakalaan, di Dinas Pariwisata Jatim.
Akankah kehidupan dan perkembangan kesenian di Jatim tersendat atau mundur, berhenti, pascadibubarkannya TBJ, tentunya kita semua berharap tidak demikian. Para seniman Jatim khususnya Surabaya, harus tetap berjuang, terus berkarya, tanpa harus menunggu ada atau tidaknya lembaga kesenian yang peduli dan mengulurkan tangan untuk memberikan bantuan.
Para seniman kalau perlu menyuarakan aspirasinya melalui wakil rakyat yang duduk di DPRD Jatim, khususnya komisi E, bahwa kesenian itu tetap penting, untuk memberikan warna berbeda pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kita tunggu saja kiprah para pejabat baru yang menangani masalah kesenian dan kebudayaan di Jatim, dan kita juga berharap para pejabat baru ini maupun anggota DPRD Jatim tidak terlena dengan jabatan dan kursi empuknya.
Cak BayanPekerja seni, tinggal di Surabaya