23.9.09

INFO; BUKU BARU 'DAMARKURUNG'

DAMAR
KURUNG DARI MASA KE MASA
Penulis : Ika Ismoerdijahwati
Koeshandari
Penyunting: Nonot Sukrasmono
Pracetak: Ribut
Wijoto, Abdul Malik
Desain grafis :Mufian Haris (prot)
Cetakan
pertama: Januari 2009
Penerbit:
Dewan Kesenian Jawa Timur
Jl.
Wisata Menanggal Surabaya
email:
dk_jatim at yahoo.com
www.dewankesenianjatim.om
www.brangwetan.com
ISBN:
978-979-18793-4-7


KATA PENGANTAR

Sejak awal saya
mengikuti proses penulisan buku ini. Semula saya mengira, pelukis Masmundari ini, adalah semacam Granda Moses yang bergaya naif. Tetapi kemudian ternyata bahwa lukisan-lukisan Masmundari mengandungnilai-nilai seni gambar archaik Indonesia. Arah hadap tokoh yang digambar, peletakan tokoh dalam bidang gambar, baik di kanan atau di kiri, di atas atau di bawah, serta urutan dalam mengikuti cerita dalam gambar, semua itu mengandung arti-arti yang baku.

Kalau kita menyimak gambar-gambar di benda-benda perunggu atau lukisandinding-dinding gua dari zaman prasejarah Indonesia, terdapatbeberapa kemiripan pembakuan. Begitu pula kalau kita menyimak
relief-relief candi Indonesia, cara gambar Masmundari memiliki kemiripan pula.

Dengan singkat, gambar-gambar damarkurung Masmundarimengandung rekaman budaya Indonesia, sejak prasejarah sampai zamanIslam di Jawa. Karya-karya Masmundari adalah fosil budaya. Dan,ternyata sampai sekarang, hanya didapatkan seorang pelukis saja yangtersisa. Ini juga merupakan suatu keajaiban.

Gambar-gambarMasmundari bukan hanya visual, tetapi juga auditif, bahkan inderaperasa digambarkan (arah tiupan angin). Gambar-gambar Masmundariboleh disebut holistik. Dia selalu menggambar sosok manusia secara penuh, tidak parsial seperti lukisan modern. Manusia dan alam,manusia dan benda-benda buatannya, semuanya digambar utuh sepertiyang dipersepsinya.

Dia berterus terang dengan kemampuan teknis dankemampuan kognitifnya, lengkap dengan kekurangan dan kejujurannya.Garis-garisnya spontan, bentuk-bentuknya unik-naif. Tema-temanyatentang kegembiraan hidup. Warna-warnanya cerah, terang, ceria, anekawarna. Mirip gambar anak-anak yang belum kenal tipu daya.

Meskipun demikian, gambar-gambarnya adalah purba. Kosmologi purba masih kuat mendasari cara gambarnya. Arah kiri dan arah kanan mempunyai maknasesuai dengan makna kosmologi tua Indonesia. Begitu pula arah atasdan arah bawah. Kenyataan seperti ini masih terdapat pula dalam pertunjukkan wayang kulit, wayang wong dan wayang beber. Lebih tualagi terdapat dalam arah gambar-gambar relief candi.

Petunjukutama pemahaman gambar-gambar damarkurung Masmundari adalah tuturan pelukisnya sendiri. Saya mendengarkan rekaman videonya ketika menceritakan arti gambar-gambarnya. Dengan petunjuk-petunjuk daripelukisnya sendiri ini, kita tinggal menafsirkan struktur berpikirmana yang dia pakai. Dan ternyata banyak mengandung cara berpikir tua, yakni Tantrayana.

Tidak mengherankan apabila sisa-sisaterakhir cara gambar ini terdapat di Jawa Timur, Gresik. Masmundari
tentulah salah satu keturunan dari nenek moyang warga Majapahit.Kerajaannya boleh lenyap, tetapi manusia-manusia yang membawanilai-nilai Majapahit masih terus hidup melalui berbagai generasi.

Bahwa cara gambar Masmundari bersifat kehindu-budhaan, dapat dilihatdari teater tutur masyarakat Sunda, pantun, yakni Panggung Karaton, yang masih menyebutkan istilah “damarkurung”. Pada waktu menceritakan suasana kraton Dayeuh Manggung, pantun ini menyebutadanya “damarlilin di tiap bilik, damarkalang di tiap tiang, dandamarkurung di tiap ujung ruangan”.

Kalau ada yang menduga bahwadamarkurung tak lain adalah lampion yang ditiru dari budaya Cina,boleh jadi mendekati kebenaran. Sampai sekarang pun, dalam film-filmsilat Hongkong, kita temukan lampion-lampion digantung di teras-terasrumah atau toko-toko Cina. Dengan demikian, damarkurung aslinya, di Indonesia. Juga dibungkus oleh kertas. Ini memungkinkan adanya upayamengisi bidang-bidang kosong lampion itu dengan gambar-gambar.

Dankarena cara menggambar pada zaman itu berorientasi pada kepercayaanagama Hindu-Budha-Tantra, maka cara gambar semacam itulah yangdikerjakan untuk relief, buku-buku lontar, wayang beber, wayang dan
damarkurung ini.

Indonesia memiliki tradisi menggambarnya sendiri. Dan ini tidak pernah kita sadari. “Lukisan Indonesia” itu pernah ada. Lukisan gaya Bali adalah salah satu diantaranya. Tetapi jugadapat ditelacak dari gambar-gambar di buku-buku lontar kuno ataubuku-buku peninggalan kraton. Pada begitu banyak gambar-gambar prasejarah. Pada relief-relief candi. Dan masih banyak lagi, kalaukita juga ingin memasukkan ragam hias pada kain-kain tenun dan batikIndonesia. Atau semua gambar-gambar yang terdapat di artefak-artefak tua kita.

Semua itu menyadarkan kita, bahwa Indonesia memilikitradisi senirupanya sendiri. Dan karenanya juga memilki filosofinyasendiri tentang gambar. Inilaj yang belum sempat kita  pikirkan bersama.

Buku ini dapat menggugah kita untuk melihat lebih banyak,lebih teliti, dengan cara pandang yang berbeda dengan cara pandangorang modern. Buat apa? Buat mencari identitas? Identitas tidak harussama dengan masa lalu.

Yang kita perlukan adalah menyadari sangkanparan kita. Dalam tubuh kita mengalir darah nenek moyang, dalam jiwakita mengalir rohani nenek moyang kita, hanya kita tidak pernakmenyadarinya, Di negara manapun, orang Jawa tetap memperlihatkankejawaannya. Tetapi yang mana? Ketidaksadaran kolektif inilah yang
dicoba dikuak oleh tulisan tentang damarkurung ini.

Mengapa tangankanan lebih “sopan” dari tangan kiri? Mengapa kita tak mau duduk di deretan depan? Mengapa isteri kita sering kita kenalkan sebagai “konco wingking” alias “teman rumah belakang”? Mengapa kitamenilai rendah milik kita di depan umum? Mengapa kita mengizinkananak-anak kita ramai-ramai menyaksikan kuda dikawinkan? Itu semuamembedakan orang Jawa dengan orang-orang lain suku dan bangsa. Dan itu ada hubungannya dengan acuan hidup kita, yakni bernama tradisi Jawa. Dan tradisi ini suatu keutuhan yang dilandasi oleh caraberpikir tertentu tentang hidup ini.
Damarkurung dapat menjelaskan asal-usul tradisi ini.

Bandung, 10 Pebruari 2002.

(Jakob Soemardjo)
Budayawan & staf pengajar
Pendidikan Pasca Sarjana
Fakultas Senirupa & Desain, Institut
Teknologi Bandung.

1 komentar:

  1. Sulit dapatkan buku ini!
    Ada yang tahu dimana saya bisa dapatkan buku ini?

    BalasHapus