26.12.08

Ketika Sang Penyair Memainkan Gambar

 

 

JIKA sang penyair sudah mulai "bosan" merangkaikan kata-kata, maka ia mulai menuangkan inspirasinya secara visual melalui coretan kanvas. Apa sebenarnya yang bisa dimaknai dari rangkaian coretan kuas sang penyair ini? Sang penyair dalam dunia kepenyairan telah menjadi bagian dari prosa kehidupan itu sendiri, sehingga karya-karya mereka bebas memasuki ideologi sastra itu sendiri, termasuk kehidupan yang melingkupinya.

Namun, bagaimana setelah sang penyair memasuki ideologi seni rupa dan karya-karya mereka berupa gambar yang sekarang ini menempel dan menghiasi dinding ruang pameran, persoalan yang menggelitik adalah sejauh mana karya gambar sang penyair itu mengusung ideologi kepenyairan.

Dalam dunia kepenyairan sebuah kata bisa bermakna amat strategis dalam melahirkan sentuhan karya sajak, puisi, ataupun prosa. Bahasa ungkap melalui gambar telah pula menarik-narik kepenyairan seseorang untuk bermain-main dengan bahasa seni rupa. Bahasa tulis maupun bahasa lisan itu telah dituangkan dalam bahasa visual di atas kanvas.

Jika seorang penyair seperti Rusdi Zaki mengungkap bahasa visual berupa huruf arab Yak atau Sin, misalnya, ideologi kepenyairan terasa kuat bersentuhan dengan ideologi seni rupa. Bahasa visual yang digarap oleh Rusdi Zaki memberikan pemaknaan universal terhadap berkesenian dan berkebudayaan.

Bermain-main dengan gambar (sebut lukisan), misalnya sebagai bahasa ungkap yang belakangan ini menyeret para penyair untuk ikutan menggelar pameran seni rupa bertajuk "Pameran Gambar Para Penyair". Pameran yang berlangsung di Galeri Surabaya (GS), Dewan Kesenian Surabaya (DKS), Kompleks Balai Pemuda Surabaya ini menjadi fenomena amat menarik untuk dicermati.

***

TIDAK kurang sembilan orang penyair terlibat dalam pameran gambar para penyair itu. Selain Rusdi Zaki, terdapat pula M Anis, HU Mardiluhung, Widodo Basuki, Sabrot D Malioboro, Toto S Nata, M Jupri, Syaiful Hadjar, dan Harjono WS. Mereka mencoba hadir dengan bahasa ungkap visual.

Memasuki ruang seni rupa (sketsa, gambar, drawing, dan lukis-Red) hasil kreativitas para penyair ini, menurut Tiko Hamzah, perupa yang bertatus pengajar (dosen) seni rupa sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya, unsur-unsur verbalistik, naratif, dan visual dalam karya mereka terasa sekali. Ia, misalnya, mengambil contoh karya gambar berjudul Senjakalaning Resi Bimo, terkandung visual-naratif.

Jagad seni rupa tak saja menyeret para penyair untuk melahirkan karya-karya gambar, komunitas anak-anak pun telah masuk dalam ruang seni rupa. Ruang seni rupa tampaknya menjadi magnet yang dahsyat untuk sebuah pertaruhan eksistensi.

Jika pameran gambar para penyair ini hendak mempertaruhkan sebuah eksistensi, tentunya ideologi kepenyairan yang mereka sentuhkan di dalam bahasa visualistik (gambar) memberikan pemaknaan hendak menuju ke arah mana sang penyair dalam pengembaraannya.

Widodo Basuki, salah seorang penyair menandaskan, pameran gambar para penyair ini hendak membangun wacana baru dalam pengembaraan kesenian. "Ada pengembaraan, ada nurani, dan kejujuran," katanya.

Terlampau berlebihan jika mempertaruhkan nurani dan kejujuran dalam karya gambar yang telah mereka lahirkan. Nurani dan kejujuran bukan ungkapan puitik bila bersentuhan dengan pamrih ing pandum. Dari pameran ini, setidaknya kota arek-arek disuguhi keseriusan sang penyair dalam bermain-main dengan ideologi seni rupa.

WS Rendra dalam puisinya, bertutur: Bila aku kosong, aku bebas dari kebiasaanku. Bila aku kosong, nurani akan menjelma. Bila otot-otot kosong, nurani akan menjadi tenaga. Bila hati kosong, nurani akan menjadi api.

Bila pikiran kosong, nurani akan menjadi kesadaran. Adapun inti nurani adalah prana. Di dalam kosong, prana memenuhi pusar. Mutlak pasrah kepada prana, akan menemu guru sejati. Orang yang bijaksana itu kosong, hanya prana pusarnya.

Pendekar utama itu kosong, tanpa tipu, tanpa rencana. Pasrah pada prana, ia bertindak dan menanggapi. Tak ada lawan, tak ada bahaya, tak ada rayuan, tak ada ancaman, tak ada pula kematian, yang ada hanyalah prana. Inilah artinya, ia lebur dalam tenaga alam, dalam gerakan alam, dan dalam kesadaran alam. (tif)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar