30.10.09

Seni Tradisional Gresik Belum Dipatenkan Karena Dana Terbatas

Sedikitnya 21 kesenian tradisional asli dari Kabupaten Gresik, Jawa Timur belum dipatenkan atau belum bisa diusulkan untuk mendapatkan hak cipta, karena tidak adanya anggaran yang disediakan untuk keperluan itu.Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Gresik, Nur Sukartika, Selasa, mengatakan, awalnya pihaknya mengusulkan kepada pemkab untuk mendata dengan mendokumentasikan kesenian tradisional Gresik, sebelum dipatenkan untuk mendapat hak cipta, namun usulan itu tidak terealisasi dengan alasan tidak adanya anggaran.

6.10.09

DEWAN KESENIAN INDONESIA DI DEPAN MATA

Posted on 31/05/2009 by henrinurcahyo
Oleh Henri Nurcahyo, Anggota Pleno Dewan Kesenian Jawa Timur
Pertemuan Dewan Kesenian Tingkat Provinsi se-Indonesia di Malang, 21-23 Mei lalu sepakat untuk menindaklanjuti keputusan Kongres Dewan Kesenian se-Indonesia di Papua 2005 tentang pembentukan Dewan Kesenian Indonesia (DKI). Keputusan itu lahir dari perdebatan panjang para delegasi dari 17 provinsi yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Gagasan pembentukan DKI memang kontroversial. Sejumlah penolakan sudah muncul di arena kongres di Papua. Ketika dilangsungkan Kongres Kesenian II di Jakarta pada 2005, juga muncul unjuk rasa para seniman yang menolak pembentukan DKI.
Suara penolakan makin keras ketika dilangsungkan Pertemuan Dewan Kesenian se-Indonesia akhir 2008. Tidak berhenti di situ, menjelang pertemuan di Malang kemarin, suara-suara penolakan masih terus beredar lewat SMS, e-mail, telepon, bahkan di arena pertemuan.

5.10.09

BIENNALE SENI RUPA JATIM III 2009, 11 - 18 DESEMBER 2009

BIENNALE SENI RUPA JATIM III 2009 11-18 DESEMBER 2009 Mengurai akar budaya.

Ketika berbicara mengenai akar budaya maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah kesenian tradisi kita yang telah dilupakan,terpinggirkan dan tidak dikelola, dihidupi sebagai spirit untuk melahirkan karya-karya seni kekinian.

Akar budaya tersebut tidak dipelajari sebagai sebuah ruang yang membangun keasalan hidup. Padahal pada budaya lokal kita akan mendapatkan pelajaran hidup tentang kearifan lokal,kepandaian dan kejeniusan lokal yang pada masa lalu bisa dilihat pada bangunan candi,relief candi,lukisan kaca,wayang beber,damar kurung,topeng tradisi,keramik malo,batik tulis dan sebagainya.

Pada realitasnya biarpun akar budaya itu telah menyatu dalam tubuh yang membentuk sebagai manusia sekitar pesisiran,perbukitan,sungai brantas,Candi,perkotaan,dan pegunungan. Budaya itu tidak nampak karena yang dipelajari hanya kulitnya belum pada esensinya. Maka yang lahir ketidak mengertian kita tentang budaya kita sendiri yang sehari-hari telah menyatu dengan ruh,darah,dan jiwa.

Keindahan lokal yang penuh makna hanya dipahami sebagai sesuatu yang akan membawa pada romantisme “kelangenan”. Betulkah ? Mari dalam Biennale Jawa Timur III 2009 ini kita urai benang-benang akar itu untuk menumbuhkan spirit melahirkan karya-karya seni rupa kontemporer yang berdasarkan akar budaya kita masing-masing.

berhenti sejenak untuk mengurai lalu mengeksplorasi apa yang telah kita dapat pada akar budaya yang sebenarnya telah lama masuk dalam kehidupan kita. Bukan berarti kita harus menggambar wayang kulit,lukisan kaca,wayang beber dan lainya. Tetapi bagaimana kita mengeksplorasi lalu membuat eksperimentasi yang akan melahirkan karya baru dalam ranah seni rupa di Indonesia.

Tim: Freddy H. Istanto (Konsultan),Asri Nugroho, Agus Koecink